Latar Belakang
Kulit merupakan organ yang cukup luas terdapat di
permukaan tubuh, dan berfungsi sebagai
pelindung untuk menjaga jaringan internal dari trauma, bahaya radiasi
ultraviolet, temperatur yang ekstrim, toksin, dan bakteri. Selain sebagai
barrier kulit juga memiliki fungsi menyalurkan rangsangan sensoris, fungsi eskresi
dan fungsi metabolisme.
Timbulnya jejas yang dapat disebabkan oleh trauma benda
tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau
gigitan hewan menyebabkan terjadinya luka. Ketika luka timbul, maka hilangnya
seluruh atau sebagian dari kulit menimbulkan respon stres simpatis, perdarahan
dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri, dan kematian sel. Proses yang
kemudian terjadi pada jaringan yang rusak ini ialah penyembuhan luka.
Penyembuhan
luka merupakan suatu proses kompleks melibatkan interaksi yang terus menerus
antara sel dengan sel dan antara sel dengan matriks yang terangkum dalam tiga
fase mekanisme penyembuhan luka yang saling tumpang tindih yaitu fase inflamasi
(0-3 hari), fase proliferasi dan pembentukan jaringan (3-14 hari) serta fase remodeling jaringan (mulai pada hari ke 8 dan
berlangsung sampai 1 tahun.
Hasil dari
mekanisme penyembuhan luka ini tergantung dari perluasan dan kedalaman luka dan
ada tidaknya komplikasi yang mengganggu
perjalanan proses penyembuhan luka yang alami.
Gangguan pada proses perbaikan jaringan yang menyebabkan proses
penyembuhan luka yang lama, terjadi pada berbagai kondisi seperti pada orang yang
berusia lanjut, pengobatan dengan steroid, dan yang menderita penyakit diabetes dan kanker. Pada kondisi tersebut
kemungkinan terjadinya infeksi lebih besar.
Proses
penyembuhan luka merupakan proses biologik dimulai dari adanya trauma dan
berakhir dengan terbentuknya luka parut. Tujuan dari manajemen luka adalah
penyembuhan luka dalam waktu sesingkat mungkin, dengan rasa sakit,
ketidaknyamanan, dan luka parut yang minimal pada pasien
meminimalkan kerusakan jaringan, penyediaan perfusi jaringan yang cukup
dan oksigenasi, nutrisi yang tepat untuk jaringan. Pengobatan dari luka
bertujuan untuk mengurangi faktor-faktor risiko yang menghambat penyembuhan
luka, mempercepat proses penyembuhan dan menurunkan kejadian luka yang
terinfeksi .
Luka didefinisikan sebagai terputusnya
atau rusaknya kontinuitas suatu jaringan tubuh (Kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain) akibat
adanya rudapaksa (fisik, mekanik, kimia, dan termal).
Klasifikasi
Luka
Luka diklasifikasikan sebagai berikut:
A. Berdasarkan
penyebab luka
1. Ekskoriasi atau luka lecet: terjadi akibat kulit bergesekan dengan
benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
2. Vulnus scisum/ insision atau luka sayat: terjadi karena teriris oleh instrument yang tajam.
3. Vulnus laseratum
atau luka robek: terjadi
akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat.
4. Vulnus punctum/ ictum
atau luka tusuk: terjadi
akibat adanya benda tajam yang runcing, seperti pisau, paku, jarum, dll yang
masuk ke dalam kulit dengan diameter yang kecil.
5. Vulnus
morsum: luka akibat gigitan
binatang tertentu.
6. Vulnus combustio
atau luka bakar: luka akibat
terkena suhu panas seperti api, matahari, listrik, maupun bahan kimia.
7. Contusio atau Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan
dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
8. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya
pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya
lukanya akan melebar.
B. Berdasarkan
ada/tidaknya kehilangan jaringan
1. Ekskoriasi
2. Skin
avulsion
3. Skin
loss
C. Berdasarkan
derajat kontaminasi
1. Luka
bersih/ Clean Wounds
Luka bedah tak
terinfeksi dimana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi).
Tidak terjadi
kontak dan infeksi dengan orofaring, sistem respiratorius, digestivus, genitourinary.
Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup dengan baik. Kemungkinan
terjadinya infeksi luka sekitar 1% – 5%.
2. Luka
bersih terkontaminasi/ Clean-contamined Wounds
Luka pembedahan
dengan resiko terjadinya kontak dengan saluran respirasi, pencernaan, genital
atau perkemihan yang dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu
terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% – 11%. Potensial
terjadinya kontaminasi infeksi akibat spillage minimal, flora normal.
Proses penyembuhan lebih lama.
3. Luka
terkontaminasi/ Contamined Wounds
Termasuk dalam
kategori luka terkontaminasi adalah luka terbuka baru terjadi (laserasi,
fraktur terbuka, luka penetrasi), luka akibat operasi dengan kerusakan besar
dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini
juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% –
17%.
4. Luka
kotor/ Dirty or Infected Wounds
Terdapatnya
mikroorganisme pada luka. Luka akibat
proses pembedahan yang sangat terkontaminasi (Perforasi visera, abses, trauma
lama).
D. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka
1.
Stadium
I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada
lapisan epidermis kulit.
2.
Stadium
II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan
epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya
tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
3.
Stadium
III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi
kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi
tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan
epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara
klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan
sekitarnya.
4.
Stadium
IV : Luka “Full Thickness” dan telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang
dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
E. Berdasarkan
waktu penyembuhan luka
1.
Luka akut: luka dengan masa penyembuhan sesuai
dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati.
2.
Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan
dalam proses penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.
Tipe Penyembuhan luka
Terdapat 3 macam tipe
penyembuhan luka, dimana pembagian ini dikarakteristikkan dengan jumlah
jaringan yang hilang.
1. Primary
Intention Healing (penyembuhan luka primer) yaitu penyembuhan yang
terjadi setelah diusahakan bertautnya tepi luka, biasanya dengan jahitan, plester,
skin graft, atau flap. Hanya sedikit jaringan yang hilang dan Luka bersih.
Jaringan granulasi sangat sedikit. Re-epitelisasi sempurna dalam 10-14 hari,
menyisakan jaringan parut tipis.
Kontraindikasi Penutupan Luka Sec Primer:
a. Infeksi
b. Luka
dg jaringan nekrotik.
c. Waktu
terjadinya luka >6 jam sebelumnya, kecuali luka di area wajah.
d. Masih
tdpt benda asing dlm luka
e. Perdarahan
dr luka
f.
Diperkirakan tdpt “dead space” stla dilakukan
jahitan.
g. Tegangan
dlm luka atau kulit di sekitar luka terlalu tinggi
h. perfusi
jaringan buruk.
2.
Secondary
Intention Healing (penyembuhan luka sekunder) yaitu luka yang tidak
mengalami penyembuhan primer. Dikarakteristikkan
oleh luka yang luas dan hilangnya jaringan dalam jumlah besar. Tidak ada
tindakan aktif menutup luka, luka sembuh secara alamiah (intervensi hanya
berupa pembersihan luka, dressing, dan pemberian antibiotika bila perlu). Proses
penyembuhan lebih kompleks dan lama. Luka jenis ini biasanya tetap terbuka dan
terbentuk jaringan granulasi yang cukup banyak. Luka akan ditutup oleh
re-epitelisasi dan deposisi jaringan ikat sehingga terjadi kontraksi. Jaringan
parut dapat luas/ hipertrofik, terutama bila luka berada di daerah presternal,
deltoid dan leher.
Indikasi Penutupan luka secara sekunder:
a. Luka
kecil (<1.5 cm)
b. Struktur
penting di bawah kulit tidak terpapar
c. Luka
tidak terletak di area persendian & area yg penting secara kosmetik
d. Luka
bakar derajat 2.
e. Waktu
terjadinya luka >6 jam sebelumnya, kecuali bila luka di area wajah.
f.
Luka terkontaminasi (highly contaminated wounds)
g. Diperkirakan
terdapat “dead space” setelah dilakukan jahitan
h. Darah
terkumpul dlm dead space
i.
Kulit yg hilang cukup luas
j. Oedema jaringan yg hebat sehingga jahitan terlalu
kencang dan mengganggu vaskularisasi yang dapat menyebabkan iskemia &
nekrosis.
3.
Tertiary
Intention Healing (penyembuhan luka tertier) yaitu luka yang
dibiarkan terbuka selama beberapa hari setelah tindakan debridement. Setelah
diyakini bersih, tepi luka dipertautkan (4-7 hari). Luka ini merupakan tipe
penyembuhan luka yang terakhir. Delayed primary closure yang terjadi setelah
mengulang debridement dan pemberian terapi antibiotika.
Fase Penyembuhan Luka
Proses
penyembuhan luka memiliki 3 fase yaitu fase inflamasi, proliferasi dan
maturasi. Satu fase dengan fase yang lain merupakan suatu kesinambungan yang
tidak dapat dipisahkan.
a.
Fase Inflamasi
·
Berlangsung
segera setelah jejas terjadi dan berlanjut hingga 5 hari. Merupakan respon
vaskuler dan seluler yang terjadi akibat perlukaan jaringan lunak yang
bertujuan untuk mengontrol perdarahan, mencegah koloni bakteri, menghilangkan
debris dan mempersiapkan proses penyembuhan lanjutan. Disebut juga fase lamban karena reaksi
pembentukan kolagen baru sedikit dan luka hanya dipertautkan oleh fibrin yang
lemah.
·
Awal
fase, kerusakan jaringan menyebabkan keluarnya platelet yang akan menutupi
vaskuler yang terbuka dengan membentuk clot yang terdiri dari trombosit dengan
jala fibrin dan mengeluarkan zat yang menyebabkan vasokonstriksi, pengerutan
ujung pembuluh yang putus (retraksi), dan reaksi hemostasis. Terjadi selama 5 – 10 menit.
·
Setelah
itu, sel mast akan menghasilkan sitokin, serotonin dan histamin yang meningkatkan
permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi cairan, pengumpulan sel radang,
disertai vasodilatasi lokal. Tanda dan gejala klinik radang menjadi jelas
berupa warna kemerahan karena kapiler melebar (rubor), suhu hangat (kalor),
rasa nyeri (dolor), dan pembengkakan (tumor).
·
Eksudasi
mengakibatkan terjadinya pergerakan leukosit menembus dinding pembuluh darah
(diapedesis) terutama neutrofil menuju luka karena daya kemotaksis mengeluarkan
enzim hidrolitik berfungsi untuk fagositosis benda asing dan bakteri selama 3
hari yang kemudian digantikan fungsinya oleh sel makrofag yang berfungsi juga
untuk sintesa kolagen, pembentukan jaringan granulasi bersama makrofag,
memproduksi Growth Factor untuk re epitelialisasi, dan proses angiogenesis.
b.
Fase Proliferasi
Berlangsung dari hari ke 6 sampai dengan 3
minggu. Disebut juga fase fibroplasias
karena fase ini didominasi proses fibroblast yang berasal dari sel mesenkim undifferentiate,
yang akan berproliferasi dan menghasilkan kolagen, elastin, hyaluronic acid,
fifbronectin, dan proteoglycans yang berperan dalam rekonstruksi jaringan baru.
Fase ini terdiri dari proses proliferasi, migrasi, deposit jaringan matriks,
dan kontraksi luka.
·
Pada
fase ini serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk penyesuaian dengan
tegangan pada luka yang cenderung mengerut. Sifat ini, bersama dengan sifat
kontraktil miofibroblast, menyebabkan tarikan pada tepi luka. Pada akhir fase
ini kekuatan regangan luka mencapai 25% jaringan normal. Nantinya, dalam proses
penyudahan kekuatan serat kolagen bertambah karena ikatan intramolekul dan
antar molekul.
·
Luka
dipenuhi sel radang, fibroblast, dan kolagen, membentuk jaringan granulasi.
Epitel tepi luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasarnya dan
berpindah mengisi permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang
terbentuk dari proses mitosis. Proses migrasi hanya bisa terjadi ke arah yang
lebih rendah atau datar, sebab epitel tak dapat bermigrasi ke arah yang lebih
tinggi. Proses ini baru berhenti setelah epitel saling menyentuh dan menutup
seluruh permukaan luka. Dengan tertutupnya permukaan luka, proses fibroplasia
dengan pembentukan jaringan granulasi juga akan berhenti dan mulailah proses maturasi.
c.
Fase Maturasi
Berlangsung mulai pada hari ke 21 dan dapat
berlangsung sampai berbulan-bulan dan berakhir bila tanda radang sudah hilang. Pada fase ini terjadi proses maturasi yang
terdiri dari penyerapan kembali jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai
dengan gaya gravitasi, dan akhirnya remodelling jaringan yang baru terbentuk.
Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang menjadi abnormal karena proses
penyembuhan. Udem dan sel radang diserap, sel muda menjadi matang, kapiler baru
menutup dan diserap kembali, kolagen yang berlebih diserap dan sisanya mengerut
sesuai dengan regangan yang ada. Selama proses ini dihasilkan jaringan parut
yang pucat, tipis, dan lemas serta mudah digerakkan dari dasar. Terlihat
pengerutan maksimal pada luka. Pada akhir fase ini, perupaan luka kulit mampu
menahan regangan kira – kira 80% kemampuan kulit normal. Hal ini tercapai kira
– kira 3-6 bulan setelah penyembuhan..
Konsep
Baru
Penelitian dasar klinik
mengenai perawatan luka berbasis suasana lembab (moist) telah memberikan
pandangan yang berbeda diantara para pakar. Saat ini perawatan luka tertutup
untuk dapat tercapai keadaan yang lembab telah dapat diterima secara universal
sebagai standar baku untuk berbagai tipe luka. Alasan yang rasional teori
perawatan luka dalam suasana lembab adalah:
1.
Fibrinolisis
Fibrin
yang terbentuk pada luka kronis dapat dengan cepat dihilangkan (fibrinolitik)
oleh netrofil dans el endotel dalam suasana lembab.
2. Angiogenesis
Keadaan
hipoksi pada perawatan tertutup akan lebih merangsang lebih cepat
angiogenesis dan mutu pembuluh kapiler. Angiogenesis akan bertambah dengan
terbentuknya heparin dan tumor necrosis factor-alpha ( TNF-alpha).
3.
Kejadian infeksi
Lebih
rendah dibandingkan dengan perawatan kering (2,6% vs 7,1 %)
4.
Pembentukan growth factor
Yang
berperan pada proses penyembuhan dipercepat pada suasana lembab. Epidemi growth
factor/EGF, fibroblast growth factor/FGF dan Interleukin 1/Inter-1 adalah
substansi yang dikeluarkan oleh makrofag yang berperan pada angiogenesis dan
pembentukan stratum korneum. Platelet-derived growth factor/PDGF dan
transforming growth factor-beta/TGF-beta yang dibentuk oleh platelet berfungsi
pada proliferasi fibroblas.
5.
Percepatan pembentukan sel aktif
Invasi
netrofil yang diikuti oleh makrofag, monosit, dan limfosit ke daerah luka
berfungsi lebih dini.
Faktor
Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
Faktor
Instrinsik: faktor dari penderita yang berpengaruh dalam proses penyembuhan
meliputi : usia, status nutrisi dan hidrasi, oksigenasi dan perfusi jaringan,
status imunologi, dan penyakit penyerta (hipertensi, DM, Arthereosclerosis).
Faktor
Ekstrinsik: faktor didapat dari luar penderita yang dapat berpengaruh dalam
proses penyembuhan luka, meliputi : pengobatan, radiasi, stres psikologis, infeksi,
iskemia dan trauma jaringan
Berikut
adalah faktor yang dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka:
1.
Usia
Anak dan dewasa
penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua lebih sering terkena
penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari faktor
pembekuan darah.
2.
Nutrisi
Penyembuhan menempatkan
penambahan pemakaian pada tubuh. Klien memerlukan diit kaya protein,
karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral seperti Fe, Zn. Pasien kurang
nutrisi memerlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi mereka setelah
pembedahan. Klien yang gemuk meningkatkan resiko infeksi luka dan penyembuhan
lama karena supply darah jaringan adipose tidak adekuat.
3.
Infeksi
Infeksi luka menghambat
penyembuhan. Bakteri sumber penyebab infeksi.
4.
Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenasi
Pada orang-orang yang
gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih
mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada orang
dewasa dan pada orang yang menderita gangguan pembuluh darah perifer,
hipertensi atau diabetes millitus. Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang
menderita anemia atau gangguan pernapasan kronik pada perokok. Kurangnya volume
darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan
nutrisi untuk penyembuhan luka.
5.
Hematoma
Darah pada luka secara
bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Hematoma yang besar,
memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses
penyembuhan luka.
6.
Benda asing
Benda asing seperti pasir
atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu abses yang timbul timbul
dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang
membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah (pus).
7.
Iskemia
Penurunan suplai darah
pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah dapat terjadi akibat
dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal
yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.
8.
Diabetes
Hambatan terhadap sekresi
insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke
dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori
tubuh.
9.
Keadaan Luka
Keadaan khusus dari luka
mempengaruhi kecepatan dan efektifitas penyembuhan luka. Beberapa luka dapat
gagal untuk menyatu.
10. Obat
Obat anti inflamasi
(seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik mempengaruhi
penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat seseorang
rentan terhadap infeksi luka.
a. Steroid
: akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera.
b. Antikoagulan
: mengakibatkan perdarahan
c. Antibiotik
: efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab
kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup,
tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular.
PENILAIAN TERHADAP PASIEN
Anamnesis :
- Riwayat luka (mode of injury)
- Keluhan yang dirasakan saat ini
- Riwayat kesehatan dan penyakit pasien secara keseluruhan
- Riwayat penanganan luka yang sudah diperoleh
- Konsekuensi luka dan bekas luka bagi pasien (fungsional, kosmetik, psikologis)
Pemeriksaan Fisik
- Pemeriksaan tanda vital
- Pemeriksaan fisik umum : bertujuan mencari tanda
- Adanya faktor komorbid
a.
Adanya
penyakit dasar: Anemia, Arteriosklerosis, Keganasan, Diabetes, Penyakit
autoimun, penyakit inflamasi, Gangguan fungsi hati, Rheumatoid arthritis,
Gangguan fungsi ginjal
b.
Infeksi
baik gejala lokal maupun sistemik
c.
Umur
dan komposisi tubuh
d.
Status
nutrisi
e.
Merokok
f.
Pengobatan
g.
Status
psikologis
h.
Lingkungan
sosial dan higiene
i.
Akses
terhadap perawatan luka
j.
Riwayat
perawatan luka sebelumnya
- Penilaian tanda umum & tanda lokal adanya infeksi
- Penilaian terhadap terjadinya kerusakan struktur di bawah luka (pembuluh darah, syaraf, ligamentum, otot, tulang)
Inspeksi Luka
- Menentukan jenis luka :
a.
Membedakan
luka akut & kronis
b.
Penyebab
luka : fisik, mekanik (abrasio, kontusio, laserasio , kombinasi), chemical,
termal, listrik
c.
Tingkat
kontaminasi (luka bersih, luka bersih terkontaminasi, luka terkontaminasi, luka
kotor/ terinfeksi)
d.
Resiko
infeksi, penatalaksanaan, bekas luka
- Penilaian status lokalis
a.
Benda
asing dalam luka: adakah pasir , aspal, kotoran binatang, logam atau karat dll
b.
Dasar
luka/ tingkat penyembuhan luka: menentukan penatalaksanaan dan pemilihan dressing
(balutan)
c.
Posisi/
letak luka: mempengaruhi kecepatan penyembuhan dan pemilihan dressing
d.
Ukuran
luka:
·
Ukur
panjang, lebar , kedalaman dan luas dasar luka
·
Adakah
pembentukan sinus, kavitas dan traktus
·
Adakah
undermining
·
Re-assessment
: penambahan atau pengurangan ukuran luka
·
Gunakan
alat ukur yang akurat, jangan berganti-ganti alat ukur
·
Penyembuhan
luka ditandai dengan pengurangan ukuran luka
e.
Jumlah
discharge
·
Kelembaban
luka (luka kering, lembab atau basah)
·
Jumlah
discharge (sedikit, sedang, banyak)
·
Konsistensi
discharge (pus, seropurulen, serous, serohemoragis, hemoragis)
f.
Bau: Tidak
berbau, berbau, sangat berbau
g.
Nyeri
Penyebab nyeri (adakah inflamasi atau
infeksi), derajat nyeri, kapan nyeri terasa (sepanjang waktu, saat mengganti
pembalut)
h.
Tepi
luka & jaringan di sekeliling luka: Teratur , tidak teratur , menggaung,
tanda radang, maserasi, dinilai kurang lebih sampai 5 cm dari tepi luka
Penatalaksanaan luka:
1.
Anestesi
luka: menggunakan Lidocain 1% (bertahan 1 jam) atau bupivacain (bertahan 2-4
jam), dapat ditambahkan epinefrin untuk vasokonstriktor. Lakukan dengan cara
aseptik dan antiseptik.
2.
Mencuci
luka: menggunakan saline atau dengan menggunakan spuit 50 cc dan lakukan
eksplorasi luka. Kontraindikasi pada: luka berukuran sangat luas, Luka sangat kotor
(memerlukan debridement dahulu lalu baru irigasi), Luka dg perdarahan arteri
atau vena, Luka yg mengancam jiwa (melibatkan struktur penting di bawahnya),
Luka yang berada pada area mengandung jaringan areolar longgar bervaskularisasi
tinggi, misalnya daerah alis mata.
3.
Debridement
luka: Surgical debridement (sharp debridement), Mechanical debridement , Chemical
debridement : preparat mengandung enzim, Biological debridement : larva therapy.
4.
menutup
luka dengan bedah minor
5.
membalut
luka (wound dressing)
6.
rumatan
luka (re-assessment)
Daftar Pustaka
- Baxter C: The normal healing process. In: New Directions in Wound Healing. Wound care manual; February 1990. Princeton, NJ: E.R. Squlbb & Sons, Inc; 1990.
- David C, Sabiston, Jr., M.D. 1995. Buku Ajar Bedah. EGC. Jakarta
- Mansjoer.Arif, dkk. Eds.2000.Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta : Media Aesculapius FKUI.
- Morris PJ and Malt RA, eds: Oxford Textbook of Surgery. Sec. 1 Wound healing. New York-Oxford-Tokyo Oxford University Press: 1995.
- Reksoprodjo, S. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa Aksara, Jakarta
- Sjamsuhidajat, R & Wim de Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta
- Subandono, Jarot. 2012. Manajemen Luka. Laboratorium Keterampilan Klinis FK UNS 2012. Solo
- Sylvia A. Price & Lorraine M.Wilson. 2005. Patofisiologi, Edisi 6, EGC, Jakarta
- Szabo Z. et al., eds: Surgical Technology-International III. Universal Medical Press Inc.
- Walton,Robert L. 1990. Perawatan Luka dan Penderita Perlukaan Ganda, Alih bahasa. Sonny Samsudin, Cetakan I. Jakarta : EGC.