Latar
Belakang
Akut abdomen merupakan
suatu keadaan yang terjadi mendadak dengan gejala utama yang timbul adalah
nyeri perut dan dapat mengancam nyawa. Sebagian besar kunjungan ke rumah sakit
merupakan kasus akut abdomen yang dapat terjadi pada mereka yang sangat muda,
sangat tua, laki-laki maupun perempuan, dan pada semua tingkatan sosioekonomi
(Brewer BJ, Golden GT,1999). Tercatat bahwa 5% sampai 10% dari semua
kunjungan gawat darurat atau 5 sampai 10 juta pasien di Amerika Serikat merupakan
kasus nyeri abdomen (Graff LG, Robinson D, 2001). Studi lain menunjukkan bahwa
25% dari pasien yang datang ke gawat darurat mengeluh nyeri perut (Cordell WH
et all, 2002).
Pada umumnya
penatalaksanaan pasien dengan nyeri akut abdomen tidak menjadi hal yang mudah
karena merupakan tantangan tersendiri bagi seorang dokter untuk dapat
menegakkan diagnosis penyebab akut abdomen sehingga pengobatan dapat dilakukan
tepat waktu serta mengurangi angka morbiditas dan mortalitas. Dalam sebuah
penelitian, diperoleh data penyebab terbanyak akut abdomen adalah nyeri abdomen
non spesifik (33,0%), diikuti dengan apendisitis akut (23,3%) dan kolik bilier
(8,8%). Tercatat bahwa sekitar 20-40% dari pasien rawat inap dengan akut
abdomen dan 50-65% dari kasus tersebut tidak memiliki diagnosis awal yang
akurat (Dombal and Margulies, 1996). Dan hampir separuh kasus akut abdomen
memerlukan tindakan operatif (Miettinen, et al, 1996)..
Gejala utama yang
menonjol pada akut abdomen adalah nyeri hebat yang mendadak pada daerah abdomen.
Terkadang penyebab utama sudah jelas seperti pada trauma abdomen berupa vulnus
abdominis penetrans namun bisa juga diagnosis akut abdomen baru dapat
ditegakkan setelah pemeriksaan fisik serta pemeriksaan tambahan berupa
pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan radiologi yang lengkap dan masa
observasi yang ketat (Dombal and Margulies, 1996).
Pasien akut abdomen
dapat jatuh pada kondisi yang mengancam nyawa. Oleh karena itu, dalam
penanganannya diperlukan diagnosis awal, pemeriksaan penunjang, dan penatalaksanaan
yang tepat. Keputusan untuk tindakan pembedahan harus segera ditegakkan karena
setiap keterlambatan yang terjadi dapat menimbulkan penyulit yang berakibat
meningginya angka morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan
penanggulangannya bergantung kepada kemampuan menentukan analisis yang baik
dari data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang
diperoleh. Pengetahuan mendalam mengenai anatomi dan fisiologi abdomen beserta
isinya berperan penting dalam menyingkirkan sekian banyak kemungkinan yang
dapat menjadi penyebab nyeri perut akut.
Definisi
Akut abdomen
didefinisikan secara umum sebagai tanda dan gejala yang disebabkan oleh proses
yang terjadi intraabdominal penyakit intra abdominal dengan keluhan utama yang
menonjol adalah nyeri perut yang hebat dan timbul mendadak, dapat cepat
memburuk dan mengancam nyawa serta biasanya membutuhkan terapi pembedahan.
(Sabiston Textbook of Surgery, 2004). Pasien dengan Akut abdomen membutuhkan
keputusan atau penilaian yang cepat dan spesifik untuk penatalaksanaannya.
Anatomi
Secara
anatomis, abdomen terbagi menjadi 9 regio dan 4 kuadran. Pembagian abdomen berdasarkan region
meliput 9 regio, yaitu regio hipokondria kanan, regio epigastrik, regio
hipokondria kiri, regio lumbal kanan, regio umbilicus, regio lumbal kiri, regio
iliaka kanan, regio hipogastrika, dan regio iliaka kiri. Sedangkan pembagian abdomen
berdasarkan kuadran terbagi atas 4 kuadran, yaitu kuadran kanan atas, kuadran
kiri atas, kuadran kanan bawah dan kuadran kiri bawah.
Organ dalam abdomen bila dibagi berdasarkan 9 regio
abdominis maka dapat dikelompokkan menjadi :
- 1. Regio Hipokondrium kanan : Hepar, kantung empedu.2. Regio Epigastrium : esophagus, Gaster pars pyloricum, corpus pancreas, duodenum pars cranialis.3. Regio Hipokondrium kiri : Lien, cauda pancreas, gaster pars corpus dan pars fundus.4. Regio Lumbalis dextra : Colon ascenden, ren dextra5. Regio Umbilicalis : Jejunum, ileum, colon tranversum, omentum6. Regio Lumbalis sinistra : Ren sinistra, colon descenden7. Regio Inguinal dextra : Caecum, ovarium, tuba valopi dextra (wanita), appendix vermiformis8. Regio Supra pubis : Vesika urinaria, uterus9. Regio Inguinal sinistra : Colon sygmoid, ovarium sinistra
Embriologi
Perkembangan dari
anatomi rongga perut dan organ visceral mempengaruhi manifestasi, patogenesis
dan klinis dari penyakit abdominal peritoneum dan persarafan sensoris viseral
sangat penting untuk evaluasi penyakit akut abdomen. (Gray SW, 1997).
Pembentukan organ-organ dalam
abdomen berkaitan dengan suply artery, sistem saraf otonom, dan
ganglion-ganglionnya yang bersangkutan. Setelah 3 minggu
perkembangan janin, usus primitif terbagi menjadi foregut, midgut, dan hindgut. Pembagian perkembangan
embriologi organ abdomen dibagi menjadi :
- Fore-GutVaskularisasi oleh A. CoeliacaOrgan-organ yg termasuk adalah: Pharynx, Esofagus, gaster, 2/3 pars cranialis duodenum, hepar, lien, dan pankreas.2. Mid-GutVaskularisasi oleh A. Mesenterica Superior,Organ-organ yg termasuk adalah: Duodenum 1/3 distal, jejunum, illium, caecum, appendix, colon ascendens, colon transversum 2/3 proximal.3. Hind-GutVaskularisasi oleh A. Mesenterica Inferior,Organ-organ yang termasuk adalah: colon transversum 1/3 distal, colon descendens, colon sigmoid, rectum
.
Selama minggu ke-5
perkembangan janin, usus berkembang di luar rongga peritoneal, menonjol melalui
dasar umbilical cord, dan mengalami rotasi 180 berlawanan dengan arah jarum
jam. Selama proses ini, usus tetap berada di luar rongga peritoneal sampai
kira-kira minggu 10, rotasi embryologi menempatkan organ visera pada posisi
anatomis dewasa, dan pengetahuan tentang proses rotasi semasa embriologis
penting secara klinis untuk evaluasi pasien dengan acute abdominal
pain karena variasi dalam posisi ( misalnya, pelvic atau retrocecal
appendix) (Buschard K, Kjaeldgaard A,1993).
Nyeri Sebagai Manifestasi Klinis yang
Menonjol pada Kasus Akut Abdomen
Pada kasus akut abdomen, gejala klinis yang utama dan
menonjol adalah nyeri yang terjadi akut. Identifikasi nyeri abdomen pada kasus
akut abdomen meliputi jenis nyeri, letak nyeri, sifat nyeri, dan onset nyeri.
Jenis Nyeri
Nyeri pada abdomen dapat berupa nyeri viseral maupun nyeri
parietal dan dapat berasal dari berbagai proses pada berbagai organ di
rongga perut atau diluar rongga perut, misalnya dirongga dada.
A. Nyeri visceral
Nyeri viseral terjadi bila terdapat rangsangan pada organ
atau struktur dalam rongga perut, misalnya cedera atau radang. Peritoneum
viseral yang menyelimuti organ perut dipersarafi oleh sistem saraf otonom dan
tidak peka terhadap perabaan atau pemotongan. Akan tetapi bila dilakukan
penarikan atau peregangan organ atau terjadi kontraksi yang berlebihan
pada otot sehingga menimbulkan iskemik, misalnya pada kolik atau radang pada
appendisitis maka akan timbul nyeri.. Nyeri viseral kadang disebut juga nyeri
sentral. (Sjamsuhidajat etall,2004).
Sifat onset nyerinya
lambat, dull pain, sukar untuk
ditentukan lokasinya sehingga pasien biasanya menggunakan seluruh telapak tangannya untuk
menunjuk daerah yang nyeri dan nyerinya
berlarut-larut yang dirasakan dirasakan di garis tengah perut sesuai dengan persarafan embrional
organ yaitu pada epigastrium, regio periumbilikalis atau regio suprapubik.
Rangsangan pada saluran cerna yang berasal
dari foregut yaitu lambung, duodenum,sistem
hepatobilier
dan pancreas dapat
menyebabkan nyeri di ulu hati atau epigastrium. Rangsangan pada bagian saluran
cerna yang berasal dari midgut yaitu usus halus usus besar sampai
pertengahan kolon transversum menyebabkan nyeri di sekitar umbilikus. Rangsangan
pada bagian saluran cerna yang berasal dari hindgut yaitu pertengahan kolon transversum
sampai dengan kolon sigmoid menimbulkan nyeri pada bagian perut bawah.
Jika tidak disertai dengan rangsangan peritoneum nyeri
tidak dipengaruhi oleh gerakan sehingga penderita biasanya dapat aktif bergerak.
Pasien dengan nyeri visceral mungkin juga mengalami gejala berkeringat,
gelisah, dan mual.
B. Nyeri somatik
Nyeri parietal atau nyeri somatik yang terkait dengan
gangguan intraabdominal akan menyebabkan nyeri yang lebih inten dan
terlokalisir dengan baik. Nyeri somatik terjadi karena rangsangan pada bagian
yang dipersarafi saraf tepi, misalnya regangan pada peritoneum parietalis,
dan luka pada dinding perut. Nyeri dirasakan seperti disayat atau ditusuk,
onsetnya akut dan pasien dapat menunjuk lokasi nyeri secara tepat dengan jari.
Rangsang yang menimbulkan nyeri dapat berupa tekanan, rangsang kimiawi atau
proses radang. (Sjamsuhidajat dkk., 2004).
Gesekan antara visera yang meradang akan menimbulkan
rangsang peritoneum dan dapat menimbulkan nyeri. Peradangannya sendiri
maupun gesekan antara kedua peritoneum dapat menyebabkan perubahan intensitas
nyeri. Gesekan inilah yang menjelaskan nyeri kontralateral pada appendisitis
akut. Setiap gerakan penderita, baik gerakan tubuh maupun gerakan nafas
yang dalam atau batuk, juga akan menambah intensitas nyeri sehingga penderita
pada akut abdomen berusaha untuk tidak bergerak, bernafas dangkal dan menahan
batuk. (Sjamsuhidajat
dkk., 2004).
Sifat nyeri
Dengan mengetahui sifat, tingkatan nyeri menurut pasien dan
periodisitas timbulnya nyeri akan sangat membantu memberikan petunjuk berguna
untuk mencari penyebab yang mendasari timbulnya suatu Akut Abdomen.
A.
Nyeri alih / Referred Pain
Nyeri
alih merupakan sensasi nyeri yang dirasakan pada lokasi yang jauh dari sumber
stimulus nyeri yang sebenarnya. Hal ini dapat terjadi jika
suatu segmen persarafan melayani lebih dari satu daerah. Misalnya, Contoh:
1. diafragma
yang berasal dari regio leher C3 – C5 pindah ke bawah pada masa embrional
sehingga rangsangan pada diafragma oleh perdarahan atau peradangan akan
dirasakan di bahu.
2. Penyakit kolesistitis akut dapat
menghasilkan nyeri pada ujung .
3. Distensi dari small bowel dapat
menghasilkan rasa sakit ke bagian punggung bawah.
Abses dibawah diafragma ata rangsangan karena
radang atau trauma pada permukaan atau limpa atau hati juga dapat mengakibatkan
nyeri di bahu.
B.
Nyeri radiasi
Nyeri radiasi adalah nyeri yang
menyebar di dalam system / jalur anatomi yang sama.
Contoh pada kolik ureter / kolik
pielum ginjal , biasanya dirasakan sampai alat kelamin luar pada wanita /
testis pada pria.
C.
Nyeri proyeksi
Nyeri yang disebabkan oleh
rangsangan saraf sensoris akibat cedera atau peradangan saraf. Contoh pada nyeri phantom
setelah amputasi, atau nyeri perifer setempat akibat herpes zooster. Radang
saraf pada herpes zooster dapat menyebabkan nyeri yang hebat di dinding perut
sebelum gejal atau tanda herpes menjadi jelas.
D.
Nyeri kontinyu
Nyeri akibat rangsangan pada
peritoneum parietal akan dirasakan terus menerus karena berlangsung terus
menerus.
Contoh pada reaksi radang. Pada
saat pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan setempat.
Otot dinding perut menunjukkan defans muskuler secara refleks untuk melindungi
bagian yang meraadang dan menghindari gerakan atau tekanan setempat.
E.
Nyeri kolik
Kolik merupakan nyeri viseral akibat
spasme otot polos organ berongga dan biasanya diakibatkan oleh hambatan
pasase dalam organ tersebut (obstruksi usus, batu ureter, batu empedu,
peningkatan tekanan intraluminer). Nyeri ini timbul karena hipoksia yang
dialami oleh jaringan dinding saluran. Karena diantara kontraksi terdapat jeda maka nyeri dirasakan hilang timbul. Nyeri Kolik
biasanya juga disertai dengan gejala mual sampai muntah. Dalam serangan, penderita
sangat gelisah.
--> Kolik Intermiten pada awal obstruksi organ berongga
Nyeri
Kolik tanpa interval <--
bebas nyeri pada obstruksi usus lanjut oleh karena mulai
ada iskemi.
F.
Nyeri iskemik
Nyeri perut juga dapat berupa nyeri
iskemik yang sangat hebat, menetap, dan tidak mereda. Nyeri merupakan tanda
adanya jaringan yang terancam nekrosis. Lebih lanjut akan tampak tanda
intoksikasi umum seperti takikardia, keadaan umum yang jelek dan syok
karena resorbsi toksin dari jaringan nekrosis.
G.
Nyeri pindah
Nyeri yang berubah sesuai dengan
perkembangan patologi.
Contoh :
- Tahap awal appendisitis, sebelum radang mencapai permukaan peritoneum nyeri viseral dirasakan di sekitar pusat disertai rasa mual. Setelah radang mencapai seluruh dinding termasuk peritoneum viserale, terjadi nyeri akibat rangsangan yang merupakan nyeri somatik. Nyeri pada saat itu dirasakan tepat pada peritoneum yang meradang, yaitu perut kuadran kanan bawah. Jika appendiks mengalami nekrosis dan ganggren nyeri berubah lagi menjadi nyeri yang hebat menetap dan tidak mereda.Penderita dapat jatuh pada keadaan yang toksis.
- Perforasi tukak peptic duodenum, isi duodenum yang terdiri dari cairan asam garam empedu masuk ke rongga abdomen sehingga merangsang peritoneum setempat. Pasien akan merasakan nyeri pada bagian epigastrium. Setelah beberapa saat cairan duodenum mengalir ke kanan bawah, melalui jalan di sebelah lateral kolon ascendens sampai sekitar caecum. Nyeri akan berkurang karena terjadi pengenceran. Pasien sering mengeluh nyeri berpindah dari ulu hati pindah ke kanan bawah. Proses ini berbeda dengan yang terjadi pada appendisitis akut. Akan tetapi kedua keadaan ini, appendisitis akut maupun perforasi duodeum akan mengakibatkan general peritonitis jika tidak segera ditangani dengan baik.
H.
Hiperestesia
Hiperestesia atau hiperalgesia sering
ditemukan di kulit jika ada peradangan pada rongga di bawahnya. Pada gawat
perut, tanda ini sering ditemukan pada peritonitis setempat maupun
peritonitis umum. Nyeri peritoneum parietalis dirasakan tepat pada tempat
terangsangnya peritoneum sehingga penderita dapat menunjuk dengan tepat
lokasi nyerinya, dan pada tempat itu terdapat nyeri tekan, nyeri gerak,nyeri
batuk serta tanpa rangsangan peritoneum lain dan defans muskuler yang
seringdisertai hipersetesi kulit setempat. Nyeri yang timbul pada pasien akut
abdomen dapat berupa nyeri kontinyu atau nyeri kolik.
Etiologi
Nyeri
perut akut dapat
disebabkan oleh berbagai etiologi. Irvin menemukan bahwa penyebab paling umum dari akut abdomen
di bagian Unit
Gawat
Darurat adalah
nyeri perut tidak spesifik (35%),
radang usus buntu (17%), obstruksi usus (15%), penyebab
urologi (6%), kolik
bilier dan kolesistitis (5%), penyakit
divertikular (4%) dan pankreatitis (2%).
Selain itu, ada penyebab kurang umum dari perut akut termasuk hepatoma
nekrosis, infark limpa, infark miokard, ketoasidosis diabetik, inflamasi
aneurysma, sigmoid, sekum atau volvulus lambung dan manifestasi herpes zoster.
Secara garis besar, keadaan
yang dapat menyebabkan akut abdomen dapat dibagi menjadi 6 bagian besar
kategori :
1. Inflamasi
Etiologi
Inflamasi dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu bakterial dan kimiawi. Kasus
yang sering terjadi dari Inflamasi bakterial seperti appendicitis akut,
divertikulitis, cholesistitis akut, pankreatitis akut
dan
beberapa kasus Pelvic Inflammtory Disease yang lain. Contoh Inflamasi kimiawi
antara lain perforasi ulkus peptikum dimana kandungan asam lambung menyebabkan
reaksi peritoneal.
2. Gangguan
Mekanik
Contoh
penyebab mekanik seperti keadaan obstruksi. Contoh yang terjadi pada kasus Ileus obstruktif, hernia
inkarserata, dehissence, intussusepsi, malrotasi usus dengan Volvulus
sigmoid, caecal volvulus, atresia kongenital atau stenosis usus.
Penyebab tersering obstruksi mekanik usus besar adalah Ca Colon.
3. Neoplasma
4. Gangguan
Vaskular
Kelainan
vaskular yang menyebabkan keadaan akut abdomen contohnya adalah thrombosis atau
embolisme A. mesenterika.
Dan ruptur aneurisma aorta..
Ketika aliran darah terhenti, timbul iskemia jaringan yang berlanjut menjadi
nekrosis jaringan, sehingga dapat terjadi ganggren usus yang terjadi pada usus.
5. Defek
Kongenital
Suatu
defek kongenital dapat melibatkan tindakan operasi segera kapan saja dari sejak
saat kelahiran (contoh: atresia duodenum, omphalocele atau hernia
diaphragmatica) sampai bertahun-tahun setelahnya seperti pada malrotasi usus
kronik.
6. Trauma
Penyebab
traumatik dari akut abdomen bervariasi dari luka tusuk dan tembak sampai luka
tumpul abdominal yang menyebabkan keadaan seperti ruptur lien dan rupture hepar.
Riwayat kejadian trauma harus jelas.
7. Perforasi
Perforasi gaster, perforasi duodenum, perforasi
kolon/sigmoid, perforasi diverticulum
Pendekatan
Diagnostik dan Tatalaksana
ANAMNESIS
Pada umumnya penderita
akut abdomen datang dengan keluhan utama nyeri perut akut. Sangat penting untuk
dapat memperoleh informasi yang lebih lengkap tentang karakteristik nyeri yang
dirasakan oleh penderita untuk dapat menentukan etiologi dari nyeri abdomen
tersebut.
Pada
anamnesis penderita dengan gawat abdomen ditanya terlebih dahulu permulaan
nyerinya (kapan mulai, mendadak atau berangsur), letaknya (menetap, pindah atau
beralih), keparahannya dan sifatnya (seperti ditusuk, tekanan, terbakar,
irisan, bersifat kolik), perubahannya (bandingkan dengan permulaan), lamanya (apakah
berkala), dan faktor apakah yang mempengaruhinya (adakah yang memperingan atau
memberatkan seperti sikap tubuh, makanan, minuman, nafas dalam, batuk, bersin,
defekasi, miksi). Harus ditanyakan pula apakah pasien pernah nyeri seperti ini.
Selain sakit perut, keluhan lain juga
harus diperhatikan. Pasien juga mungkin datang dengan keluhan yang lain termasuk
mual, muntah, anoreksia, kembung, tinja berair atau
sembelit.
sembelit.
Anorexia terjadi di hampir semua
penyebab perut akut, radang usus buntu sangat akut
dan kolesistitis akut. Namun, jarang ditemukan pada kasus urologi atau ginekologi.
dan kolesistitis akut. Namun, jarang ditemukan pada kasus urologi atau ginekologi.
Muntah
sering ditemukan pada penderita gawat perut. Pada obstruksi usus tinggi muntah
tidak akan berhenti, malahan biasanya bertambah hebat. Hal ini
diasumsikan bahwa kondisi ini disebabkan oleh stimulasi refleks muntah di pusat meduler. Reflek muntah pada awal
akut abdomen biasanya tidak
progresif. Namun, adanya
obstruksi usus
harus dipertimbangkan ketika ada keluhan muntah yang progresif dan terus
menerus disertai dengan nyeri
perut hebat.
Sembelit
(konstipasi) didapatkan pada obstruksi usus besar dan pada peritonitis
umum. Keluhan obstipasi dihasilkan dari bagian usus terganggu
yang terkait dengan tidak adanya flatus dan terdapat distensi abdomen. Nyeri
tekan didapatkan pada iritasi peritoneum sesuai dengan lokasi penyebab iritasi.
Jika ada peradangan peritonium setempat ditemukan tanda rangsang peritonium
yang sering disertai defans muskuler. Pertanyaan mengenai defekasi, miksi, daur
menstruasi dan gejala lain seperti keadaan sebelum diserang tanda gawat perut,
harus dimasukkan dalam anamnesis. harus meningkatkan kecurigaan tentang
kemungkinan terjadinya
ileus atau usus
obstruksi.
Sebaliknya, sakit perut yang disertai
dengan sembelit tetapi tanpa distensi, yang sering terjadi pada lansia, harus
dianggap mungkin diverticulitis. Jika perut nyeri disertai dengan tinja berair berdarah, maka
kemungkinan IBD (inflamasi penyakit usus) harus dipertimbangkan bersama dengan
diagnosis iskemia mesenterika atau mungkin trombosis vena mesenterika.
Pada intinya ada 5 hal
yang harus diperhatikan pada pasien dengan keluhan abdomen yaitu, identifikasi
apakah ini kelainan akibat trauma atau bukan, akibat infeksi dengan
memperhatikan 5 tanda infeksi, identifikasi apakah ini akibat kelainan
congenital, identifikasi apakah ini metabolic degenerative, atau identifikasi
apakah akibat dari neoplasma.
PEMERIKSAAN FISIK
Selain anamnesis yang
menyeluruh, pemeriksaan fisik adalah kunci utama
dalam menegakkan diagnosis
Akut Abdomen. Pemeriksaan fisik
harus dimulai dengan menilai keadaan
pasien secara umum dan ABC (Airway,
Pernapasan, status Circulation) meliputi inspeksi umum dan tanda
sistemik seperti tekanan darah, nadi, pola nafas, dan suhu badan (rektal dan
aksiler). Gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan, syok dan
infeksi atau sepsis juga perlu diperhatikan. Kemampuan Pasien untuk
berkomunikasi, pola pernapasan, posisi di tempat tidur dan ekspresi wajah harus
diamati dengan cermat. Pasien obesitas harus ditanya tentang pembesaran perut
yang abnormal.
Tahapan pemeriksaan
fisik spesifik bagian Abdomen dilakukan dengan urutan inspeksi – auskultasi –
perkusi – palpasi. Umumnya juga diperlukan pemeriksaan colok
dubur (DRE) serta pemeriksaan genitalis untuk membantu penegakan diagnosis dan
mencari penyebab nyeri abdomen akut. Selain
itu ada pemeriksaan tanda khusus spesifik yang dapat membantu menentukan
diagnosis dan diagnosis banding dari etiologi nyeri perut.
Inspeksi
Pada saat inspeksi penderita, kita
sebaiknya mendapatkan informasi tentang bagaimana posisi penderita pada saat merasakan nyeri. Ada beberapa
posisi khas dari penderita yang dapat mengarahkan kita kepada etiologi nyeri
perut, meskipun tidak selalu demikian. Contohnya pada kolik yang berat, penderita tidak dapat berbaring dengan tenang. Penderita dengan
peritonitis berbaring tenang dengan kedua lututnya ditekuk meskipun ada rasa
nyeri yang hebat. Selain dari posisi, kita juga harus memperhatikan ekspresi
muka penderita untuk menilai derajat nyeri yang dirasakan pasien.
Penilaian frekuensi
dan gerakan respirasi dilakukan pada pasien dengan nyeri perut. Beberapa kasus
penyebab nyeri perut seperti pada trauma daerah abdomen yang
menyebabkan perdarahan intraabdomen dan peritonitis menyebabkan pernafasan dangkal
karena nyeri didaerah abdomen.Pada saat inspeksi kita mencari adanya bekas
trauma pada dinding abdomen seperti memar, luka, prolaps organ intra abdomen.
Dilihat pula adanya bekas operasi pada dinding abdomen yang dapat memberikan
petunjuk adanya perlengketan usus, apakah ada distensi abnormal pada perut dan
ketegangan musculus rectus abdominis, tampak gambaran usus atau tampak
pergerakan usus pada dinding perut (darmsteifung)
menunjukkan adanya obstruksi usus atau juga perforasi usus. Terkadang pada
pasien kurus dengan obstruksi usus, dapat terlihat gambaran usus yang tercetak
pada dinding abdomen (darmcountour). Dilihat
apakah ada massa atau benjolan yang tampak pada dinding abdomen. Terkadang juga
perlu dilakukan pemeriksaan berulang oleh dokter yang sama untuk mendeteksi
kemungkinan terjadinya perubahan pada pemeriksaan fisik. Tanda khusus yang
dapat tampak pada perut seperti Cullen sign yaitu Perubahan warna kebiruan periumbilikalis berguna untuk menunjukkan
hemoperitoneum dan Turner sign yaitu
perubahan warna pada area flank
Auskultasi
Auskultasi dilakukan pada keempat kuadran abdomen. Dengarkan peristaltik
ususnya selama satu menit penuh. Bising usus normalnya 5-30 kali/menit. Peristaltik dapat meningkat, berkurang ataupun hilang sama
sekali dengan adanya atau dicurigai akut abdomen.
Peristaltik dikatakan hilang kalau tidak ada suara
peritoneal setelah kita mendengarkan selama beberapa-menit. Tidak ada
peristaltik berarti ada ileus paralitik disebabkan oleh karena iritasi peritoneal
yang difus. Bising
usus yang menurun menandakan terjadinya obstruksi tahap lanjut atau peritonitis
difus. Sedangkan hiperperistaltik biasanya dijumpai dalam 3
bentuk :
a.
Adanya borborygmi
yang konstan dan cukup keras serta dapat bervariasi dalam intensitas, tetapi
tidak ada pola tertentu. Itu terdapat pada gastroenteritis akut atau gangguan
pencernaan yang disebabkan oleh gangguan makanan. Peristaltik ini iramanya
tidak tertentu dan variasi intensitasnya terjadi tanpa adanya perubahan rasa
tidak enak di daerah abdomen dan tanpa disertai adanya nyeri tekan yang
signifikan.
b.
Yang lebih jarang lagi tetapi jauh lebih penting adalah
suara yang disebabkan oleh kontraksi ritmis dari intestinum. Ini dijumpai pada
obstruksi mekanis yang akut. Pada keadaan ini, perut sunyi antara dua periode kolik kemudian terdengar borborygmi yang berangsur-angsur naik
intensitasnya: borborygmi ini naik sampai puncak suara yang paling keras
(crescendo), kemudian berangsur-angsur menghilang sampai hanya terdengar bunyi
yang sangat lemah. Penderita menyadari akan timbulnya rasa nyeri yang bertambah
dan berkurang bersamaan dengan aktivitas peristaltik.
c.
Pada obstruksi partiil yang kronis di usus halus bagian
bawah dan juga pada fase penyembuhan dari suatu peritonitis yang difus, suara
tinggi seperti bergema dapat didengarkan karena adanya kontraksi yang
periodik: dari usus yang teregang oleh cairan di dalam rongga ususnya. Di sini
tidak ada irama yang teratur pada peristaliknya. Dapat disertai atau tanpa
gejala-gejala kekejangan abdomen.
Suatu bising
yang terdengar di episgastrium dapat merupakan tanda penting ischemia usus kronis. Bruit (bising) pada sisi kiri atau kanan
dari garis tengah pada abdomen atas dapat menunjukkan adanya sumbatan vasa darah
ginjal yang berarti. Penemuan suatu bising sangat penting dalam penilaian
nyeri abdomen yang samar-samar dan berulang-ulang.
Perkusi
Perkusi yang dilakukan
secara halus bermanfaat untuk menentukan daerah nyeri. Juga ini kerap kali
mengungkapkan adanya daerah keredupan yang tidak terduga sebelumnya yang ada
bersama dengan daerah nyeri; ini menunjukkan adanya massa tak dikenal yang
menggeser intestinum. Adanya tanda-tanda shifting dullness (pekak beralih)
dapat merupakan ciri dari perdarahan intra-abdominal setelah suatu trauma pada
abdomen. Perlu diselidiki dengan cermat luasnya daerah pekak hepar dan vesica
urinaria.
Terdapatnya nyeri pada perkusi yang
berlokasi sama dengan nyeri lepas, menunjukkan iritasi peritoneal dan
nyeri parietal. Pada perforasi, udara bebas akan berkumpul di bawah diafragma
dan menghilangkan pekak hati. Timpani di sekitar garis tengah pada abdomen
yang distensi menunjukkan adanya udara yang terperangkap pada usus yang
berdistensi.
Palpasi
Nyeri yang menunjukkan adanya
inflamasi peritoneal mungkin adalah hal terpenting yang ditemukan pada pasien
dengan abdomen akut. Pertama-tama penderita
diminta untuk batuk. Kalau ada peradangan peritoneum yang akut, dengan batuk
ini biasanya akan ditimbulkan rasa nyeri yang hebat yang terbatas
pada daerah peradangan. Pemeriksaan dengan cara menimbulkan rasa nyeri dengan
batuk ini sangat bermanfaat; penderita diminta menunjukkan dengan ujung
jarinya tempat yang tepat dimana timbul rasa nyeri tadi. Dengan cara demikian
dapat dilokalisir tempat peradangan tanpa mengadakan palpasi sebelumnya. Jadi
pemeriksa dapat menghindari agar tidak menyentuh daerah ini sampai bagian lain
pemeriksaan abdomen telah selesai dikerjakan. Pada pasien kolik tanpa
peradangan peritoneum, biasanya rasa nyeri tidak diperberat dengan manuever
batuk ini. Kekakuan kedua musculus rectus abdominis dapat dipalpasi dengan cara
ini. Tempat yang terasa nyeri dengan batuk tadi diperiksa setelah semua
pemeriksaan selesai kita lakukan.
Cara memeriksa spasmus abdomen. Keseluruhan bagian
dari tangan kiri, diletakkan pada abdomen pada daerah kwadran yang paling jauh
dari daerah sakit dan nyeri tekan: ini harus dilakukan selembut mungkin dalam
waktu yang cukup lama untuk meyakinkan bahwa penderita benar-benar tak
kesakitan. Kemudian penderita disuruh bernapas dalam, sedang jari-jari tangan
kiri pemeriksa yang bersinggungan dengan musculus rectus abdominis, ditekan
secara lembut dengan tangan kanan pemeriksa. Pada saat expirasi bila ada
spasmus volunter dari musculus rectus akan selalu teraba di bawah tangannya:
sedang pada spasmus involunter atau spasmus yang sesungguhnya tidak akan
teraba. Otot tersebut akan teraba kaku, padat, tegang seperti bangunan papan.
Tidak perlu di sini mendorong tangan terlalu dalam pada abdomen agar supaya
teraba kekakuan tersebut, dan si pemeriksa tidak boleh menimbulkan rasa sakit.
Kekakuan
yang luas pada kedua musculus rectus menunjukkan adanya iritasi peritoneal yang
difus. Sedangkan spasme segmental pada sebuah m.rectus (spasmus terbatas pada
satu kwadran) dijumpai pada peritonitis yang awal. Tetapi karena tidak ada
ruangan yang rnembatasi penyebaran cairan peritoneum ke satu sisi abdomen, maka
kekakuan yang luas di sepanjang salah satu musculus rectus dengan kelumpuhan
flassid sepenuhnya pada musculus rectus lainnya tidak bisa terjadi sebagai
akibat peritonitis atau iritasi peritoneum. Kekakuan unilateral yang luas
(extensif) asalnya dari refleks. Ini terkadang ditemukan pada nyeri renal yang
akut tetapi mekanismenya belum dimengerti. Palpasi kedua musculi recti secara
bersamaan bermanfaat dalam menilai luas dan sifat ketegangan abdomen.
Penentuan
daerah rasa nyeri tekan. Daerah yang tepat dengan nyeri tekan pada abdomen,
bisa ditentukan dengan pasti dengan palpasi secara halus dengan satu jari
tangan. Appendicitis akut atau cholecystitis akut biasanya berbatas tegas pada
daerah organ itu kecuali kalau telah ada komplikasi peritonitis yang difus.
Pemeriksaan ini hanya bisa dilakukan dengan palpasi yang cermat dan lembut
dengan satu jari. Jangan memeriksa
dengan seluruh permukaan tangan kita; sebab dengan cara ini kita tidak dapat
menentukan luas dan lokalisasi yang tepat. Pemeriksaan dengan perkusi ringan pada abdomen bisa
dilakukan untuk menentukan lokalisasi nyeri tekan.
Palpasi
abdomen perlu diikuti dengan pemeriksaan pada daerah pinggang, angulus
costovertebralis dan bagian bawah cavum thoracis. Gunakanlah hanya satu jari
saja untuk memeriksa daerah-daerah ini dengan cermat. Palpasi yang kuat dengan
satu jari pada spatium intercostale bagian bawah kadang-kadang akan menimbulkan
rasa sakit yang kadang-kadang mudah dikelirukan dengan kelainan-kelainan di
atas diaphragma. Pada pemeriksaan rasa nyeri di daerah costovertebral,
pemeriksa menggunakan satu jarinya untuk meraba daerah antara columna
vertebralis dan costa keduabelas. Rasa sakit di daerah ini pathognomonis untuk
proses peradangan ren, sedangkan rasa nyeri tekan lebih lateral di atas
costa-costa atau di atas tepi pinggang dapat menjadi tanda berbagai keadaan.
Untuk pemeriksaan yang lebih dalam untuk
menemukan suatu massa, pemeriksa harus sudah menetapkan tempat nyeri tekan
tanpa menimbulkan kesakitan pada penderitanya dan juga sudah ditentukan spasme
otot-otot dinding perut dan bagaimana luasnya. Setelah ini dicoba melakukan
palpasi abdomen secara lebih dalam untuk menemukan dengan tegas batas-batas
massa yang nyeri tekan seperti vesica fellea yang tegang atau abscess
appendicitis bahkan abses/ pembengkakan ginjal. Seperti yang telah dibahas,
terkadang perlu dilakukan palpasi pada akut abdomen untuk kedua kalinya
untuk melihat perubahan gejala dan tanda yang terjadi sehingga dapat ditentukan
penyebab nyeri abdomen.
Meraba
pulsus. Sifat dan frekuensi nadi merupakan tanda yang penting dari
beratnya penyakit akut abdomen. Pulsus yang lambat, penuh dan reguler tidak
akan mengesampingkan kemungkinan infeksi peritoneal yang hebat, tetapi
menunjukkan bahwa penderita memberi respon baik. Sedangkan nadi meninggi
sedang, cepat, tidak teratur, merupakan sifat khas dari infeksi abdominal yang
progresif. Ini merupakan salah satu tanda yang mengkhawatirkan, walaupun
penemuan abdomen minimal. Pulsus yang sangat cepat dan kecil biasa terdapat
pada peritonitis lanjut.
Sesudah pemeriksaan abdomen dilakukan,
daerah inguinofemoral dan organ genitalia externa supaya diperiksa dengan
teliti, sehingga tidak mengabaikan adanya hernia incarcerata strangulasi. Selama pemeriksaan ini perlu juga meraba arteria
femoralis, sebab tidak adanya atau tidak simetrisnya pulsasi arteria ini (kanan
dan kiri), pada keadaan di mana terdapat rasa nyeri abdomen yang berat dapat
merupakan salah satu tanda aneurysma dissectans aorta abdominalis.
Pemeriksaan Pelvis dan Rectum
Ini
dilakukan paling akhir, tetapi jangan sekali-kali dilupakan. Kelainan pada
cavum Douglas lebih mudah kita raba dengan posisi lithotomi daripada posisi
lateral. Palpasi pada rectum dan cavum Douglas hendaknya kita lakukan secara
sistematis; dengan cara ini lokasi rasa nyeri yang tepat dapat ditentukan dan
ini dapat menjadi keterangan yang berarti dalam menegakkan diagnosis. Juga
prostat dan vesicula seminalis perlu diperhatikan sebab peradangan pada
alat-alat ini mempunyai gejala seperti akut abdomen. Pada wanita, bisa dijumpai
pulsasi arteria uterina yang meningkat yang merupakan tanda kehamilan atau
krepitasi pada ligamentum latum yang terjadi pada cellulitis bacillus gas
sesudah suatu septik abortus.
Pemeriksaan Khusus Spesifik
a.
Nyeri batuk.
b.
Rebound tenderness (Nyeri tekan
lepas).
Rasa nyeri ditimbulkan dengan
tekanan yang kuat pada abdomen di tempat yang jauh dari proses inflamasi yang
kita curigai, kemudian tekanan kita lepaskan dengan tiba-tiba. Tatkala dinding
abdomen kembali ke posisi semula, rasa sakit terjadi pada tempat tekanan maupun
tempat inflamasinya sendiri. Nyeri tekan lepas
yang disebarkan ke sisi lain, yang merupakan sisi lesi, merupakan bukti penyokong yang bermanfaat akan adanya iritasi peritoneal akut yang terbatas di daerah nyeri. Sama bermaknanya dengan nyeri batuk tadi dan lebih dapat dipercaya karena nyeri tekan lepas ini ada, meski tidak ada nyeri batuk.
Nyeri tekan lepas yang terdapat
dimana-mana menunjukkan iritasi peritoneal yang difus. Tidak perlu mengerjakan
pemeriksaan pada peritonitis difusa yang jelas, sebab tindakan ini akan
memperberat rasa nyeri si penderita. Pada kasus-kasus yang meragukan terutama
penderita-penderita gemuk dengan otot yang tebal dan omentum yang tebal,
"rebound phenomen" sangat berharga untuk menentukan luasnya
proses-proses radang.
c.
Iliopsoas test.
Penderita diminta memfleksikan articulatio coxae melawan tahanan yang kita
berikan. Kalau ada proses radang yang letaknya dekat dengan m.psoas, dengan
pemeriksaan tadi penderita akan merasa sakit. Gangguan dalam derajat rendah
dapat diketahui dengan menyuruh panderita berbaring pada sisi yang berlawanan
dan mengextensikan paha pada posisi yang terkena seluas-luasnya. Uji ini positif pada abses di
daerah psoas yang berasal dari abses perinefrik atau perforasi penyakit Crohn
maupun appendisitis.
d. Obturator test.
Di sini paha dilipat 90° kemudian diadakan
endorotasi dan exorotasi. Rasa nyeri pada hipogastrium dapat ditimbulkan jika
ada massa radang yang letaknya bersentuhan dengan m.obturator internus. Hal ini mungkin positif jika ada
appendicitis pelvis ataupun timbunan cairan atau darah dalam pelvis.
e.
Nyeri Ketok bawah iga
Nyeri ketok di bawah iga menunjukkan
adanya inflamasi pada diafragma, hepar, limpa, atau jaringan penunjangnya. Tanda ini juga positif jika ada cholecystitis akut. Intensitas pukulan dapat dikontrol dengan baik dan
memungkinkan untuk melaksanakan cara maneuver ini dengan kelembutan. Penderita
akan merasakan rasa sakit sekejap yang tajam pada keadaan di mana ada proses
inflamasi akut di bawah diaphragma atau hepar pada sisi kanan atau di sekitar
lien dan lambung pada sisi kiri.
f.
Nyeri tekan kontralateral. Kadang-kadang sukar membedakan penyakit intrathoracal
yang menyebabkan nyeri abdominal dengan rigiditas atau proses peradangan akut
pada abdomen kuadran atas. Tekanan pada sisi berlawanan yang agak dalam menuju
ke arah sisi yang terkena akan memberikan rasa sakit kalau proses ini
intraabdominal, sedang kalau prosesnya di atas diaphragma tidak akan memberi
rasa sakit.
g.
Inspiratory arrest (Murphy). Ini ciri khas pada cholecystitis akut. Penderita
bernapas panjang pada saat mana kita adakan tekanan yang dalam pada dinding
abdomen kira-kira di daerah vesica fellea. Kalau hepar turun maka vesica fellea
akan teraba oleh jari kita dan penderita akan merasakan suatu nyeri yang hebat
dengan akibat pernapasan segera berhenti. Dapat positip pada hepatitis akut atau hepar kongestif, akibat
kegagaian jantung akut.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan rutin
berupa darah lengkap, kimia darah dan pemeriksaan urin sebaiknya
dikerjakan.Terjadi peningkatan sel darah putih adalah indikasi proses inflamasi
dengan ditemukannya pergeseran hitung jenis ke kiri. Begitu juga bila leukosit
menurun menandakan adanya infeksi virus, gastroenteritis.
Serum
elektrolit, Blood Urea Nitrogen dan kreatinin dipergunakan untuk mengevaluasi
kehilangan cairan. Jika pasien mengalami
dehidrasi, riwayat muntah dan diare atau jika mereka mengkonsumsi obat seperti
diuretik yang dapat meningkatkan jumlah serum elektrolit, seperti konsentrasi
serum sodium, potassium, nitrogen urea darah, kreatinin, glukosa, klorida, dan
karbondioksida. Sebagai tambahan, pemeriksaan laboratorium ini dapat mendeteksi
diabetes, gagal ginjal, atau penyakit sistemik lainnya. Gula darah dan
kimia darah sangat membantu dan test fungsi hepar sepertii serum bilirubin,
alkali fosfatase dan transaminase merupakan pemeriksaan untuk menilai adanya
kelainan hepatobilier. Kecurigaan adanya pankreatitis diperiksa dengan amilase
dan kadar lipase. Namun perlu diingat bahwa bisa terjadi penurunan atau normal
kadar amilase pada pasien dengan
pankreatitis, dan mungkin justru meningkat pada pasien dengan kondisi lain
seperti obstruksi intestinal, trombosis mesenterium, dan ulkus perforasi.
Pemeriksaan urine penting dilakukan dan memberikan
informasi klinik bermanfaat. Urinalisis dapat mendeteksi kemungkinan infeksi
traktus urinarius, hematuria, proteinuria, atau hemokonsentrasi. Wanita dengan
usia subur yang menderita akut abdomen atau hipotensi harus memeriksa
konsentrasi serum atau urine β human chorionic gonadotropin.8
Pemeriksaan X-Ray
Pada pasien dengan
abdomen akut pemeriksaan radiologi dengan foto polos abdomen, dalam posisi
supinasi dan posisi berdiri serta thoraks foto. Tetapi apabila pasien tidak
dapat berdiri dilakukan pemeriksaan Left Lateral Decubitus.
Evaluasi
terhadap hasil foto harus tetap didasari atau dikonfirmasi dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan laboratorium yang didapat sebelumnya.Bila ditemukan
adanya gambaran udara bebas dan dilatasi usus kemungkinan terjadi obstruksi
intestinum, bila ada gambaran “ pneumoperitoneum” menunjukkan adanya perforasi,
gambaran kalsifikasi bila ditemukan batu pada sistem biliar, ginjal maupun
uretra. Adanya gambaran udara pada vena porta menunjukkan adanya kerusakan dari
mesenterium dan lain sebagainya.
Pemeriksaan
foto thorax tegak dapat mengetahui adanya udara 1 cm dari diafragma yang masuk
ke cavitas peritoneal. Untuk beberapa pasien yang tidak dapat berdiri
pemeriksaan abdomen dengan sikap dekubitus lateral juga dapat mengetahui
pneumoperitoneum. Gambaran radiografi
dengan posisi pasien miring ke kiri dapat mendeteksi 5–10 ml udara di bawah
dinding abdominal lateral. Udara bebas dalam cavum peritoneal menunjukkan adanya
perforasi pada saluran pencernaan. Kurang lebih 75% pasien dengan perforasi
ulkus duodenum secara radiografis menunjukkan adanya pneumoperitoneum.
Perforasi lambung dan colon dapat menyebabkan pneumoperitoneum yang luas.
Jumlah pneumoperitoneum juga tergantung pada lama dan kebocoran perforasi. Hidropneumoperitoneum
ekstensif tampak sebagai gambaran air fluid level. Posisi supine dapat
menunjukkan kumpulan udara di antara dinding abdomen yang tidak tampak pada
usus.
Foto polos dapat juga
menunjukkan kalsifikasi abnormal. Kurang lebih 10% batu empedu dan 90% batu
ginjal mengandung kalsium yang cukup yang memberikan gambaran radioopak.
Appendicolith dapat mengkalsifikasi dan secara radiografis tampak pada 5%
pasien appendicitis. Kalsifikasi pankreatitis yang ditandai dengan pankreatitis
kronis tampak pada foto polos, dan kalsifikasi vaskuler dapat membantu evaluasi
aneurisma aorta abdominal, aneurisma areteri visceral, dan atherosklerosis
pembuluh darah visceral. Foto polos abdomen posisi telentang dan tegak dapat
menunjukkan obstruksi gaster; obstruksi usus halus proksimal, tengah, dan
distal; dan obstruksi colon.
Ultrasonografi
Pemeriksaan Ultrasonografi berguna pada pasien dengan
nyeri akut abdominal karena dapat memberikan evaluasi yang cepat, aman, murah
pada hepar, kandung empedu, ductus biliaris, limpa, pankreas, appendix, ginjal,
ovarium, dan uterus. USG transabdominal dan intravaginal dapat membantu
evaluasi ovarium, adneksa dan uterus. USG juga dapat mendeteksi distribusi
cairan intra abdominal. USG Colour
Doppler membantu evaluasi pembuluh darah intra abdominal dan
retroperitoneal. Aneurisma arteri aorta dan visceral, thrombosis vena, fistula
arteriol venosus, dan kelainan vaskular lainnya dapat dievaluasi dengan
ultrasound.
CT-Scan
Pemeriksaan CT –Scan segera untuk abdomen sekarang
sering dilakukan. Pemeriksaan ini terbukti sangat berguna untuk mengevaluasi
keluhan abdomen pada pasien yang belum jelas indikasinya untuk laparotomi atau
laparoskopi. CT-Scan sangat berguna dalam mengidentifikasi udara bebas
intraperitoneal yang sangat sedikit dan lokasi daerah inflamasi yang memerlukan
tindakan operasi segera (appendicitis, abscess tubovarian) atau tunda operasi
(diverticulitis, pankreatitis, abscess hepatikum).
Abdominal paracentesis
Merupakan
pemeriksaan tambahan yang sangat
berguna untuk menentukan adanya
perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih dari 100.000 eritrosit/mm dalam
larutan NaCl yang keluar dari rongga
peritoneum setelah dimasukkan 100--200 ml
larutan NaCl 0.9% selama 5 menit,
merupakan indikasi untuk laparotomi.
Pemeriksaan Endoskopi,
Rectosigmoidoskopi
Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung sumber
penyebabnya. Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan
rektosigmoidoskopi.
Differensial Diagnosis
1. Kelainan Pada Saluran
Pencernaan :
o Nyeri abdomen yang
nonspesifik
o Appendicitis
o
Obstruksi usus halus dan usus
besar
o Perforasi ulkus peptikum
o Hernia incarcerata
o Perforasi usus
o Diverticulum Meckel
o Boerhaave's syndrome
o Diverticulitis
o Inflammatory bowel
disorders
o Mallory-Weiss syndrome
o Gastroenteritis
o Gastritis akut
o Adenitis mesenterica
o Infeksi parasit
2. Kelainan pada hepar, limpa
dan traktus biliaris
o Cholecystitis akut
o Cholangitis akut
o Hepatic abscess
o Ruptur tumor hepar
o Ruptur spontan limpa
o Infark splenicus
o Kolik biliaris
o Hepatitis akut
3. Kelainan pankreas
o Pancreatitis akut
4. Kelainan saluran kemih
o Kolik ureter atau ginjal
o Pyelonephritis akut
o Cystitis akut
o Infark Renalis
5. Kelainan ginekologis
o Ruptur kehamilan ektopik
o Tumor Ovarium
o Ruptur kista folikel
ovarium
o Salpingitis akut
o Dysmenorrhea
o Endometriosis
6. Kelainan vaskuler
o IMA Inferior
o Ruptur aneurisma aorta dan visceral
o Colitis iskhemik akut
o Thrombosis mesenterica
7. Kelainan peritoneal
o Abscess intra abdominal
o Peritonitis primer
o Peritonitis tuberculosa
8. Kelainan retroperitoneal
- Perdarahan peritoneal
Penatalaksanaan
Akut Abdomen
Tujuan penatalaksaan Akut Abdomen dibagi
dua yaitu
1) Penyelamatan
jiwa penderita
2) Meminimalisasi
kemungkinanterjadinyacacaddalam fungsi fisiologis alat pencemaan penderita
Tindakan
penanggulangan darurat
Berupa tindakan resusitasi untuk memperbaiki
sistim pernafasan dan kardiovaskuler yang merupakan tindakan penyelamatan jiwa
penderita. Bila sistim vital penderita sudah stabil dilakukan tindakan lanjutan berupa restorasi
keseimbangan cairan dan elektrolit dan pencegahan infeksi dengan pemberian
antibiotika.
Penatalaksanaan
secara umum
1.
Puasa
2.
Dekompresi lambung dengan cara pemasangan NGT
2.
Rehidrasi dengan pemasangan infus
3. Pemasangan Kateter
4. Pemeriksaan Laboratorium:
- Darah rutin
- Amilase, Lipase
- Na, K
- Ureum, Kreatinin
- GDS
5.
Rontgen
Foto
2 posisi : - BNO Tegak dan BNO Datar,
atau
- LLD
dan BNO Datar
Foto 3 posisi : BNO Tegak, LLD, BNO
Datar
6.
Penentuan Tindakan penanggulangan definitif apakah kasus tersebut adalah kasus
bedah yang membutuhkan pengobatan bedah dengan segera. Selain itu, jika operasi tidak perlu dilakukan segera, kita harus memutuskan kapan
operasi akan dilakukan.Tujuan pengobatan di sini adalah untuk
penyelamatan jiwa penderita dengan menghentikan sumber perdarahan,
meminimalisasi cacad yang mungkin terjadi dengan cara menghilangkan sumber
kontaminasi dan meminimalisasi kontaminasi yang telah terjadi dengan
membersihkan rongga peritoneum, mengembalikan kontinuitas passage usus dan
menyelamatkan sebanyak mungkin usus yang sehat untuk meminimalisasi cacat
fisiologis. Tindakan untuk mencapai tujuan ini berupa operasi dengan membuka rongga abdomen
yang dinamakan laparotomi.
Daftar Pustaka
|
- http://www.ece.ncsu.edu/imaging/MedImg/SIMS/Module2/GE2_4.html
- Lawrence W. Way, Gerard M. Doherty. 2003. Current Surgical Diagnosis and Treatment. 11th edition. Vol I. California: McGraw-Hill companies. hlm 503 – 16.
- Michael J. Zinner, Seymour I. Schwartz, Harold Ellis. 2001. Maingot’s Abdominal Operations. Tenth Edition. Vol I. Singapore: McGraw-Hill International. hlm 351 – 59
- Tomnsend, Beauchamp, Evers, Mattox.2004. Sabiston Textbook of Surgery, The Biological Basis of Modern Surgical Practice. 17th edition. Philadelphia: Elsevier Saunders Inc. hlm 1219 – 30.
- Dunphy J. Englebert, Botsford T W. 1998. Pemeriksaan Fisik Bedah. Edisi 5. Philadelphia: WB Saunders Company. hlm 172 – 81
- Cope, Zachary. 2005. Early Diagnosis of The Acute Abdomen. Edisi 21. New York: Oxford University Press. hlm 233 – 41
- Korean Neurosurg Soc. 2011 Sep;50(3):205-208. http://dx.doi.org/10.3340/jkns.2011.50.3.205
- Murdani Abdullah, M. Adi Firmansyah. Diagnostic Approach and Management of Acute Abdominal Pai. 2012. Department of Internal Medicine, Faculty of Medicine, University of Indonesia - Cipto Mangunkusumo Hospital. Jakarta Pusat. Indonesia.
- Heading RC. Prevalence of upper gastrointestinal symptoms in the general population: a systematic review. Scand J Gastroenterol Suppl. 1999;231:3..
- Squires RA, Postier RG. Acute abdomen. In: Towsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL, eds. Sabiston textbook of surgery: the biological basis of modern surgical practice. 19th ed. Philadelphia: Elvesier; 2012. p. 1141-59.
- McQuaid K. Approach to the patient with gastrointestinal disease. In: Goldman L, Schafer AI, eds. Goldman: Goldman’s cecil medicine. 24th ed. Philadelphia: Elvesier; 2012. p. 828-44.