Jumat, 27 Mei 2011

Stroke

1.      Definisi
Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau global, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.
WHO mendefinisikan bahwa stroke adalah gejala-gejala defisit fungsi susunan saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain dari itu.
2.      Klasifikasi Stroke
Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke berdasarkan atas patologi anatomi (lesi), stadium dan lokasi (sistem pembuluh darah).
1)      Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. 80% stroke adalah stroke Iskemik. Disebabkan oleh emboli, atherosklerosis pada arteri otak (pembentukan plak/deposisi lemak pada pembuluh darah), hiperkoagulabilitas darah, peningkatan kadar platelet, trombosis
a)   Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
  • Stroke Trombotik: proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan.
  • Stroke Embolik: Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.
  • Hipoperfusion Sistemik: Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung.
b)   Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi.
  • Hemoragik Intraserebral: pendarahan yang terjadi didalam jaringan otak.
  • Hemoragik Subaraknoid: pendarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak).
2) Berdasarkan stadium:
  • Transient Ischemic Attack (TIA) atau lebih di kenal dengan transien ischemik attack dapat didefinisikan sebagai suatu defisit neurologis lokal disebabkan oleh hipoperfusi reversibel daerah otak, dengan pemulihan penuh dalam waktu kurang dari 24 jam.
  •         RIND   Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari seminggu
  •        Progressing stroke atau stroke in evolution      Gejala neurologik yang makin lama makin berat
  •          Completed stroke       Gejala klinis sudah menetap.
3) Berdasarkan lokasi (sistem pembuluh darah):
·  Tipe karotis
·  Tipe vertebrobasiler

 Act F.A.S.T
Sedangkan penggunaan klinis yang lebih praktis lagi adalah klasifikas i dari NewYork Neurological Institute, dimana stroke menurut mekanisme terjadinya dibagi dalam dua bagian besar, yaitu: Stroke Iskemik (85%) yang terdiri dari : thrombosis 75 – 80%, emboli 15 – 20%, lain-lain 5% : vaskulitis, koagulopati, hipoperfusi dan Stroke hemoragik (10 – 15%) yang terdiri dari : intraserebral (parenchymal) dan subarachnoid.
  
3. Faktor Resiko
Faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan kemungkinannya untuk dimodifikasi atau tidak  (nonmodifiable, modifiable, atau potentially modifiable).
-       usia : insidensi stroke sebanding dgn meningkatnya usia di atas umur 55 th, insidensinya meningkat 2 kali lipat
-       hipertensi : ada hubungan langsung antara tingginya tekanan darah dengan resiko terjadinya stroke
-       jenis kelamin :  insidensi pada pria 19% lebih tinggi drpd wanita
-       TIA (transient ischemic attack) : 60% kasus stroke iskemia didahului dengan TIA, makin sering terjadi, makin besar resiko terjadinya stroke
-       Kadar Kolesterol yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya Aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah)
-       Gangguan jantung, diabetes, Riwayat stroke dalam keluarga.
-       Faktor resiko perilaku yang bisa dimodifikasi, antara lain Merokok (aktif & pasif), Makanan tidak sehat (junk food, fast food), Alkohol, Kurang olahraga, Mendengkur, Kontrasepsi oral, Narkoba, Obesitas.

 4. Patofisiologi
a.       Patogenesis Stroke Iskemia :
adanya aterotrombosis atau emboli  memutuskan aliran darah otak (cerebral blood flow/CBF). Nilai normal CBF = 53 ml/100 mg jaringan otak/menit. Jika CBF < 30 ml/100 mg/menit à iskemik. Jika CBF < 10 ml/100 mg/menit à kekurangan oksigen à proses fosforilasi oksidatif terhambat à produksi ATP (energi) berkurang àpompa Na-K-ATPase tidak berfungsi à depolarisasi membran sel saraf à pembukaan kanal ion Ca à kenaikan influks Ca secara cepat à gangguan Ca homeostasis à Ca merupakan signalling molekul yang mengaktivasi berbagai enzim à memicu proses biokimia yang bersifat eksitotoksik à kematian sel saraf (nekrosis maupun apotosis) à gejala yang timbul tergantung pada saraf mana yang mengalami kerusakan/kematian.
b.      Patogenesis Stroke Hemoragi :
Hemoragi merupakan penyebab ketiga tersering serangan stroke. Penyebab utamanya: hipertensi. Terjadi jika tekanan darah meningkat dengan signifikan à pembuluh arteri robek à perdarahan pada jaringan otak à membentuk suatu massa à jaringan otak terdesak, bergeser, atau tertekan(displacement of brain tissue) à fungsi otak terganggu. Semakin besar hemoragi yg terjadi, semakin besar displacement jaringan otak yang terjadi. Pasien dengan stroke hemoragik sebagian besar mengalami ketidaksadaran à meninggal

5.    Tanda dan Gejala-gejala Stroke :
Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut. Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi okular, hemianopsia, gangguan bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial, apraksia dan hemineglect. Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit sensorik kontralateral (akibat kehilangan girus presentralis dan postsentralis bagian medial), kesulitan bicara (akibat kerusakan area motorik tambahan) serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer dominant ke korteks motorik kanan terganggu. Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari system limbic. Penyumbatan pada arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralteral parsial (korteks visual primer) dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan memori (lobus temporalis bagian bawah). Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis) dan traktus optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang arteri komunikans posterior di thalamus terutama akan menyebabkan defisit sensorik. Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua ekstremitas (tetraplegia) dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons dan medulla oblongata.

Efek yang ditimbulkan tergantung dari lokasi kerusakan :
-       Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf vestibular).
-       Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan tetraplegia (taktus poramidal).
-       Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anestisia) di bagian wajah ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus dan traktus spinotalamikus).
-       Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus salivarius), singultus (formasio retikularis).
-       Ptosis, miosis dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada kehilangan persarafan simpatis).
-       Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus). Paralisis otot lidah (saraf hipoglosus), mulut yang jatuh (saraf fasial), strabismus (saraf okulomotorik, saraf abdusencs).
-       Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot yang menyeluruh (namun kesadaran tetap dipertahankan)

Berdasarkan lokasinya di tubuh, gejala-gejala stroke terbagi menjadi berikut:
-       Bagian sistem saraf pusat : Kelemahan otot (hemiplegia), kaku, menurunnya fungsi sensorik
-       Batang otak, dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun kemampuan membau, mengecap, mendengar, dan melihat parsial atau keseluruhan, refleks menurun, ekspresi wajah terganggu, pernafasan dan detak jantung terganggu, lidah lemah.
-       Cerebral cortex: aphasia, apraxia, daya ingat menurun, hemineglect, kebingungan.
-       Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam dengan sempurna, dinyatakan sebagai Transient Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan serangan kecil atau serangan awal stroke.

Komplikasi yang menyebabkan perburukan
Infeksi
- Saluran urin
- Endokarditis
- Sinusitis
- Infeksi Lainnya
Respirasi
- Aspirasi bronkhus / pneumonia
- Emboli Pulmonum
- Atelektasis
- Gagal nafas
Jantung
Gangguan output
- Aritmia, infark miokard
Metabolik
- Hiperglikemia, hipoglikemia
- Hipernatremia, hiponatremia
- Gangguan elektrolt lain

Jenis stroke
Perburukan
Stroke Iskemik
- Perburukan pada stroke iskemik:
ü    Oklusi persisten / insufisiensi sistem kolateral
ü    Progresivitas pembentukan stenosis, reoklusi
ü    Hipotensi (sering pada malam hari atau iatrogenik)
ü    Stroke oleh karena emboli yang berulang
ü    Perubahan ke perdarahan.
- Efek massa dengan hipertensi intrakranial
- Bangkitan epilepsi
- Withdrawal alkohol, nikotin, NAPZA, hipnotik
- Gangguan fungsi luhur
Stroke Perdarahan
- Sama dengan di atas, dan
- Perdarahan awal atau perdarahan terus menerus
- Hidrosefalus, khususnya dengan perdarahan intraventrikuler atau serebelum.

6.      Penatalaksanaan Stroke
Assessment di ruang rawat darurat rumah sakit
Di ruang rawat darurat, evaluasi harus segera dilakukan secara simultan oleh dokter spesialis saraf dan dokter instalasi rawat darurat. Assessment tersebut meliputi fungsi neurologis dan fungsi vital yang dilaksanakan secara bersama-sama dengan pemberian tindakan kedaruratan sesuai dengan kondisi pasien pada saat itu (basic life support). Manajemen kedaruratan terhadap pasien stroke akut meliputi tiga proses secara paralel, yaitu; (1) manajemen terhadap kondisi mengancam jiwa yang dapat menyebabkan terjadinya perburukan maupun komplikasi pada fase akut, (2) evaluasi medik maupun neurologik dengan peralatan neuroimaging terkini, dan (3) manajemen terhadap strokenya itu sendiri dengan pemberian terapi primer.
Pemeriksaan awal yang harus dilakukan di ruang rawat darurat adalah pemeriksaan fungsi pernafasan, tekanan darah, fungsi jantung, dan pemeriksaan analisa gas darah. Secara simultan dilakukan pengambilan darah untuk pemeriksaan darah rutin, kimia darah, pemeriksaan koagulasi darah serta pemeriksaan fungsi hematologi yang lain, dan bersamaan dengan tindakan tersebut pasien dipasang infus intravena dengan cairan elektrolit standar hingga diganti dengan cairan lainnya sesuai dengan hasil pemeriksaan kimia darah, dan selanjutnya pasien dilakukan pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG). Juga dilakukan persiapan pemberian antitrombotik dengan mempertimbangkan beberapa pemeriksaan fungsi koagulasi, kemudian jika pasien akan diberikan antikoagulan oral maka harus dilakukan pemeriksaan International Normalized Ratio (INR). Selanjutnya pasien dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala atau MRI untuk mendapatkan kepastian diagnosis berdasarkan jenis patologisnya.

Manajemen Umum pada Stroke Akut
Anamnesis
Anamnesis merupakan langkah awal yang sangat berguna dalam rangka untuk menggali beberapa informasi penting untuk membantu menegakkan diagnosis stroke maupun TIA. Beberapa pertanyaan bisa diajukan secara berulang untuk menambah kejelasan dan juga untuk menentukan secara tepat deskripsi kronologis gejala yang muncul pada saat serangan kepada pasien sendiri jika sadar dan kooperatif, maupun kepada anggota keluarga yang melihatnya saat serangan, hal ini sangat penting
untuk membedakan apakah hal ini merupakan serangan stroke hemoragik, stroke iskemik, migrain dengan aura, epilepsi kejang fokal, maupun gangguan psikogenik (Michel & Bogousslavsky, 2004).

Pemeriksaan fisik
Pasien harus segera dilakukan pemeriksaan oleh dokter spesialis saraf konsultan stroke, dan suatu keterlambatan dalam pemeriksaan akan menghambat upaya manajemen dan bisa memperburuk outcome (Bamford et al., 1991; Toni et al., 2000). Pemeriksaan klinik dimulai dengan assessment dan secara simultan melakuan tindakan untuk perbaikan jalan nafas (airway), pernafasan (breathing), sirkulasi darah (circulation), dan pengawasan terhadap suhu tubuh. Standar pemeriksaan neurologi yang sederhana dapat dilihat pada tabel 1. Untuk membuat suatu keputusan pemberian terapi, dapat digunakan beberapa
parameter, misalnya Skala Stroke Gadjah Mada, atau standar internasional lain yang sering digunakan yaitu National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS).

No
Pemeriksaan umum
Keterangan
1.
Umum
Tanda vital termasuk irama jantung, Bising kardial, meningismus
2.
Kognitif
-Tingkat kesadaran, behavior
- Orientasi, perhatian, gangguan lapang pandang
- Fungsi bahasa (kelancaran, komprehensi, repetisi)
- Refleks primitif (grasping, kurang inisiasi, perseverasi)
- Gangguan memori jangka pendek (3 kata dalam 5 menit)
3.
Nervi kraniales
- Ptosis, refleks cahaya pupil, konfrontasi lapangan pandang
- Gerakan okuler, nistagmus
- Paralisis fasial dan sensasi
- Deviasi lidah dan palatum, disartria
4.
Anggota gerak
- Kedua lengan dan kaki serta kemampuan untuk mengangkat dan kekuatannya
- Ataksia
- Sensasi
- Refleks (refleks tendo, refleks kutaneus plantar)






Memprediksi saat serangan dan saat serangan yang tidak diketahui
Saat kejadian stroke dapat ditentukan secara langsung dengan bertanya kepada pasien (jika sadar) maupun keluarganya, atau bukti-bukti lain secara tidak langsung yang dapat menjelaskan saat serangan. Saat serangan yang terjadi pada saat tidur didapatkan kurang lebih pada 25% pasien (Fink et al., 2002; Serena et al. 2003; Spengos et al., 2005). Jika saat serangan stroke tidak dapat dipastikan, maka saat terakhir dimana pasien tersebut dijumpai adanya gejala stroke sudah sangat membantu untuk
memprediksi kira-kira kapan saat serangan stroke tersebut terjadi. Untuk pasien yang gejala stroke muncul saat tidur kemudian pasien tersebut terjaga, maka saat serangan dapat diperkirakan jam berapa pasien tersebut tidur dan jam berapa saat pasien tersebut terjaga. Jika pasien mengalami gejala stroke yang ringan, tetapi kemudian perlahan-lahan mengalami perburukan dalam beberapa jam, maka saat serangan dihitung mulai saat gejala yang ringan tersebut terjadi. Sebaliknya, jika gejala pada pasien
sebut segera pulih kembali oleh karena TIA dan kemudian terjadi serangan lagi maka saat serangan dihitung saat timbulnya gejala pada serangan yang kedua tersebut (Spengos et al., 2005).

Diagnosis
Selain anamnesis dan pemeriksaan neurologis, maka pemeriksaan kardiovaskuler, pemeriksaan laboratorium darah dan pemeriksaan neuroimaging (Tabel 2) adalah sangat penting untuk membantu memprediksi diagnosis dan prognosis stroke akut. Pemeriksaan neuroimaging (CT Scan atau MRI) secara cepat, tepat dan akurat dapat membedakan antara stroke iskemik dengan stroke perdarahan intraserebral.

Tabel 2. Pemeriksaan segera pada pasien dengan kecurigaan stroke
No
Pemeriksaan
Penjelasan
1.
Neuroimaging (minimal salah satu)
·  CT Scan kepala, termasuk perfusion CT Scan
·  MRI kepala, termasuk imaging difusi dan perfusi, FLAIR dan T2
2.
Pemeriksaan imaging pada servikal dan arteri intracranial (minimal salah satu)

·  CT angiografi atau MR angiografi
·  Doppler dan duplex ultrasonografi
·  Angiografi konvensional atau digital (jika akan dilakukan trombolisis intra-arterial)
3.
Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap, INR, aPTT, PTT, gula darah, Natrium, Kalium, ureum, kreatinin, CK, CK-MB, CRP
4.
Lain-lain
·  EKG
·  Pungsi lumbal (jika curiga perdarahan subarakhnoid atau infeksi
·  meningo-vaskuler)

Tabel 3. Pemeriksaan tambahan pada stroke akut

No
Pemeriksaan
Penjelasan
1.
Tanda vital
aritmia, hipo-hipertensi, demam, desaturasi oksigen
2.
Tanda-tanda neurologis

3.
Komplikasi sistemik awal
infeksi, problem kardial, DVT
4.
Radiologi
·  Rontgen foto toraks
·  Echocardiography: 
·  Servikal dan transcranial Doppler dan duplex
·  MRI otak dan angio MRI servikal dan arteri serebral
·  Electroencephalography - EEG (untuk identifikasi epilepsi atau ensefalopati)
·  Pemeriksaan Neuropsikologi
5.
Laboratorium
fungsi hepar, profil lipid, total protein, serum atau protein immuno-electrophoresis, fibrinogen, viskositas darah, osmolalitas serum, hitung jenis lekosit, morfologi eritrosit, konsentrasi alkohol dalam darah,  Sedimen urin.
Terapi
Dalam tatalaksana stroke waktu merupakan hal yang sangat penting mengingat jendela terapinya hanya berkisar antara 3 sampai 6 jam. Tindakan di gawat darurat untuk stroke akut sebaiknya ditekankan pada hal-hal berikut:
  1. Stabilisasi pasien
  2. Pemeriksaan darah, EKG dan rontgen toraks
  3. Penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
  4. Pemeriksaan CT Scan kepala atau MRI sesegera mungkin
Pendekatan yang dilakukan di gawat darurat sebaiknya singkat dan terfokus pada hal-hal berikut:
  1. Apa saja gejala yang muncul?
  2. Kapan gejala tersebut muncul?
  3. Bagamana tanda vital pasien?
  4. Apakah pasien mempunyai riwayat hipertensi, diabetes melitus atau penyakit jantung?
  5. Apakah pasien memakai aspirin atau warfarin?
Hal yang harus selalu diingat adalah komplikasi tersering yang dapat menyebabkan kematian. Herniasi transtentorial dapat terjadi pada infark yang luas ataupun perdarahan luas dengan perluasan ke ventrikel atau perdarahan subarakhnoid. Pneumonia aspirasi juga penyebab kematian yang cukup sering pada stroke akut. Semua pasien stroke akut harus diperlakukan sebagai pasien dengan disfagia sampai terbukti tidak. Komplikasi lainnya adalah infark miokard akut, sekitar 3% penderita stroke iskemik mengalami komplikasi ini.


Pemilahan Stroke Iskemia dan Stroke hemorrhagic

SIRIRAJ STROKE SCORE

Simplified Score:
(2,5xS)+(2xM)+(2xN)+(0,1xD)-(3xA)-12
Keterangan:

Derajat kesadaran (S) :
0 --> komposmentis
1 --> somnolen, mengantuk
2 --> sopor/koma
Muntah (M)                    :
0 --> tidak ada
1 --> ada
Diastolik (D)                 :
Tekanan darah diastolik (mmHg)
Nyeri Kepala (N)          : (dalam 2 jam)
0 --> tidak ada
1 --> ada
Ateroma                       :
0 --> tidak ada
1 --> salah satu atau lebih
  • Tanda stemma: anamnesis DM, angina, claudicatio intermitten
  • Tanda meningeal
  • Tanda Babinski
  • Anamnesis hipertensi
  • Riwayat stroke sebelumnya
  • Penyakit jantung
Interpretasi:
Skor <1          : Perdarahan supratentorial
Skor >1          : Infark serebri
Skor -1 s/d 1   : Meragukan



A.     Penatalaksanaan stroke iskemik
 Konsep tentang area penumbra merupakan dasar dalam penatalaksanaan stroke iskemik. Jika suatu arteri mengalami oklusi, maka bagian otak yang mengalami infark akan dikelilingi oleh area penumbra. Aliran darah ke area ini berkurang sehingga fungsinya pun akan terganggu, akan tetapi kerusakan yang terjadi tidak seberat area infark dan masih bersifat reversibel. Jika aliran darah ke area ini cukup adekuat selama masa kritis, maka area ini dapat diselamatkan. Pada studi eksperimental, didapatkan aliran darah ke otak yang rendah hanya dapat ditolerir selama periode waktu yang singkat. Sedangkan aliran darah ke otak yang cenderung tinggi masih dapat ditolerir selama beberapa jam tanpa menyebabkan infark.
 Terapi umum:
  1. Posisi kepala 30°, dengan kepala dan dada pada satu bidang. Posisi lateral dekubitus kiri bila disertai muntah. Ubah posisi tidur setiap 2 jam, dan mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil.
  2. Bebaskan jalan napas dan bila perlu dapat diberikan oksigen 1-2 liter/menit sampai ada hasil analisa gas darah. Kalau perlu dapat dilakukan tindakan intubasi, bekerjasama dengan (neuro) intensivist atau ICU. Indikasi pemasangan pipa endotrakeal : PO2 <50-60 mmHg,  PCO2 >50-60 mmHg, Kapasitas vital < 500-800 mL, Resiko aspirasi pada pasien yang kehilangan refleks proteksi jalan nafas, Takipneu >35 kali/menit, Dyspneu dengan kontraksi muskulus asesorius, Asidosis respiratorik berat.
  3. Monitoring dengan oksimetri sebaiknya dilakukan dengan target saturasi oksigen > 95%.
  4. Pemasangan jalur intravena dengan cairan normal salin 0,9% dengan kecepatan 20 ml/jam. Cairan hipotonis seperti dekstrosa 5% sebaiknya tidak digunakan karena dapat memperhebat edema serebri.
  5. Nutrisi peroral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik. Bila terdapat gangguan menelan atau penderita dengan kesadaran menurun dianjurkan melalui pipa nasogastrik.
  6. Kandung kemih yang penuh dikosongkan sebaiknya dengan kateter intermitten.
  7. Pemberian obat-obat simptomatis: jika terjadi nyeri kepala, mual/muntah.
  8. Atasi hipertensi, hipotensi, hiperglikemia, Hipoglikemia, demam bila diperlukan. (lihat catatan khusus)
  9. Jika terdapat kejang berikan diazepam 5-20 mg IV perlahan (3 menit) maksimal 100 mg perhari dan dilanjutkan pemberian antikonvulsan peroral (fenitoin, karbamazepin) selama > 1 bulan. Bila kejang timbul setelah 2 minggu diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang.
  10. Tekanan intrakranial meningkat: berikan manitol bolus IV 0,25 sampai 1 g/kgBB per 30 menit, bila dicurigai fenomena rebound (keadaan umum memburuk) dilanjutkan 0,25g/kg per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Pantauan osmolalitas <320 mmol. Sebagai alternatif dapat juga diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.
  11. Pemeriksaan EKG
  12. Pemeriksaan rontgen toraks.
  13. Pemeriksaan darah: Darah perifer lengkap dan hitung trombosit, Kimia darah (glukosa, ureum, kreatinin dan elektrolit), PT (Prothrombin Time)/PTT (Partial Thromboplastin time)
  14. Pemberian neuroproteksi: dapat diberikan citicolin, pirasetam, atau nimodipin.
     Terapi khusus:
    Mencegah reperfusi: antitrombotik (antiplatelet aspirin dan anti koagulan), rt-PA
    Pemberian neuroproteksi: dapat diberikan citicolin, pirasetam, atau nimodipin.

    Catatan khusus:
    1.      Hipertensi pada stroke iskemik akut
    Hipertensi sering kali dijumpai pada pasien dengan stroke akut bahkan pasien yang sebelumnya normotensi sekalipun pada fase akut dapat mengalami peningkatan tekanan darah yang sifatnya transient. Pada 24 jam pertama fase akut stroke, lebih dari 60% pasien datang dengan tekanan darah sistolik > 160 mmHg dan lebih dari 28% memiliki tekanan darah diastolik > 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah pada stroke iskemik merupakan respon otak yang bertujuan untuk meningkatkan tekanan perfusi otak sehingga aliran darah ke area penumbra pun akan meningkat. Diharapkan dengan respon tersebut kerusakan di area penumbra tidak bertambah berat. Akibatnya, penurunan tekanan darah yang terlalu agresif pada stroke iskemik akut dapat memperluas infark dan perburukan neurologis. Tetapi tekanan darah yang terlalu tinggi, dapat menimbulkan infark hemoragik dan memperhebat edema serebri.

    Monitoring :
    Pengukuran TD dilakukan pada kedua lengan. Pastikan perbedaan TD antara kedua lengan tidak lebih dari 10 mmHg, jika terdapat perbedaan > 10 mmHg maka TD yang dipakai adalah yang lebih tinggi. Dilakukan dengan frekuensi pengukuran TD sebagai berikut:
    •   Dua jam pertama setiap 15 menit
    •   Dua sampai delapan jam berikutnya setiap 30 menit
    •  Sembilan sampai 24 jam selanjutnya setiap 1 jam
     AHA/ASA merekomendasikan penatalaksanaan hipertensi pada stroke iskemik akut sebagai berikut:
    A.    Pasien yang tidak akan diberikan terapi trombolisis
    1.       TD sistolik < 220 atau diastolik < 120 Observasi kecuali jika ditemukan kegawatdaruratan hipertensi non neurologis seperti infark miokard akut, edema paru kardiogenik, ensefalopati hipertensi, retinopati hipertensi, diseksi aorta).
    -     Berikan terapi simptomatis (sakit kepala, nausea, muntah, agitasi, nyeri).
    -     Atasi komplikasi stroke lainnya seperti hipoksia, peningkatan tekanan intrakranial, kejang, hipo ataupun hiperglikemi.
                      2. TD sistolik < 220 atau diastolik 121-140
    -     Labetolol 10-20 mg IV selama 1-2 menit. Dapat diulang setiap 10 menit (maksimal 300 mg) atau Nicardipin 5 mg/jam IV infus (dosis inisial), dititrasi sampai efek yang diinginkan 2,5 mg/jam setiap 5 menit sampai maksimal 15 mg/jam. Penurunan TD 10-20% dari TD sebelumnya
    3)               3. TD diastolik > 140
    • Nitroprusid 0,5ug/KgBB/menit IV infus (dosis inisial) dengan monitoring TD kontinyu. Penurunan TD 10-20% dari TD sebelumnya

    B.     Pasien kandidat terapi trombolisis
    1)       Praterapi, sistolik > 185 atau diastolik >110
    Labetolol 10-20 mg IV selama 1-2 menit. Dapat diulang satu kali atau nitropasta 1-2 inchi
    2)       Selama/setelah terapi.
    -       Monitor TD Periksa TD setiap 15 menit selama 2 jam setelah mulai terapi lalu setiap 30 menit selama 6 jam, selanjutnya tiap 60 menit sampai 24 jam.
    -       Diastolik > 140 Sodium Nitroprusid 0,5 ug/KgBB/menit IV infus (dosis inisial) dititrasi sampai TD yang diinginkan.
    -       Sistolik > 230 atau diastolik 121-140 Labetolol 10ug IV selama 1-2 menit. Dapat diulang setiap 10 menit sampai maksimum 300 mg atau berikan dosis inisial lalu lanjutkan dengan drip 2-8 mg/menit. Atau Nicardipin 5 mg/jam IV infus (dosis inisial) dititrasi sampai efek yang diinginkan 2,5 mg/jam setiap 5 menit sampai maksimal 15 mg/jam.
    -       Sistolik 180-230 atau diastolik 105-120 Labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit. Dapat diulang setiap 10 menit sampai maksimum 300 mg atau berikan dosis inisial lalu lanjutkan dengan drip 2-8 mg/menit.
    Preparat anti hipertensi oral misalnya Captopril, Angiotensi II Reseptor Antagonis, maupun Nicardipine dan Nitrogliserin perkutan kadang-kadang dapat juga diberikan, tetapi absorbsi dan durasinya kurang cepat. Pemberian preparat Calsium antagonis baik sublingual maupun intravena harus dihindari, karena sangat berisiko terjadi penurunan yang mendadak dari tekanan darah (Wahlgren et al., 1994), dan hal tersebut memungkinkan terjadinya serangan iskemik secara tiba-tiba (Jorgensen, 1999; Ahmed et al., 2000).

    2.      Hiperglikemia
    Hiperglikemia didefinisikan jika kadar glukosa dalam plasma lebih dari 6.7 mmol/l (120 mg/dl). Pasien dengan hiperglikemia pada fase akut stroke dapat dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu;
    1.      pasien yang mengetahui bahwa dirinya adalah penderita diabetes melitus
    2.      pasien yang baru diketahui menderita diabetes melitus pada saat itu
    3.      pasien dengan glukosa puasa terganggu
    4.      tanpa diketahui penyakit yang mendasarinya, juga disebut sebagai “stress hyperglycemia”.

    Terdapat beberapa alasan yang dapat menjelaskan kenapa hiperglikemia menyebabkan outcome yang buruk pada pasien non diabetes, yaitu peningkatan asidosis sekunder pada jaringan otak oleh karena glikolisis anaerob, peningkatan permeabilitas sawar darah otak (Adams Jr et al., 2003), dan penurunan fibrinolisis. Kemungkinan melalui mekanisme lain misalnya katabolisme protein, stres oksidatif, disfungsi endotelium, dan semuanya dapat menyebabkan berkurangnya jaringan panumbra yang selamat (Parsons et al., 2002) dan perluasan volume stroke (Toni et al., 1994). Hiperglikemia juga dapat menurunkan efikasi dan meningkatkan kejadian perdarahan pada terapi trombolisis (Bruno et al., 1999; Kase et al., 2001).

    Setelah pengukuran gula darah awal saat sebelum masuk rumah sakit, maka direkomendasikan untuk monitoring terhadap glukosa serum dalam kapiler dengan cara pungsi vena atau fingerstick. Jika gula darah awal adalah normal, maka pengukuran dapat diulang dengan interval 4-6 jam selama 24 jam, kemudian dilanjutkan sekali atau dua kali dalam sehari. Jika kadar gula darah meningkat, maka harus dilakukan pemberian dosis awal insulin intravena, selanjutnya pengukuran gula darah dapat dilakukan tiap jam, dan dilanjutkan setiap 2-4 jam sekali hingga glikemia terkendali dan kecepatan pemberian infus tetap jangan diubah. Untuk mencegah hiperglikemia, pemberian infus yang berisikan cairan glukosa harus dihindari.
    Indikasi dan syarat pemberian insulin:
    1.      Stroke hemoragik dan non hemoragik dengan IDDM atau NIDDM
    2.      Bukan lakunar stroke dengan diabetes melitus.
    Kontrol gula darah selama fase akut stroke
    -       Insulin reguler diberikan subkutan setiap 6 jam dengan cara skala luncur atau infus intravena terus menerus.
    -       Insulin reguler dengan skala luncur:
    Insulin tiap 6 jam SC/ sebelum makan < 80 Tidak diberikan insulin, 80-150 Tidak diberikan insulin, 150-200 2 unit, 201-250 4 unit, 251-300 6 unit, 301-350 8 unit, 351-400 10 unit, >400 12 unit.
    -       Bila kadar gula darah sulit dikendalikan dengan skala luncur, diperlukan infus kontinyu dengan dosis dimulai 1 unit/jam dan dapat dinaikkan sampai 10 unit/jam. Kadar gula darah harus dimonitor dengan ketat setiap 1-2 jam sehingga kecepatan infus dapat disesuaikan.
    -       Hiperglikemia yang hebat >500 mg/dL, diberikan bolus pertama 5-10 unit insulin reguler tiap jam. Setelah kadar gula darah stabil dengan infus kontinyu atau skala luncur dilanjutkan dengan pemberian insulin reguler subkutan (fixdosed).

    3.      Hipoglikemia
    Hipoglikemia harus segera diberikan terapi yang tepat yaitu dengan bolus intravena dextrose atau infus glukosa 10-20%. Pemberian glukosa oral atau dextrose merupakan alternatif untuk membangunkan pasien hipoglikemia, kecuali didapatkan adanya disfagia berat. Pengukuran kadar gula darah dengan fingerstick dianjurkan di awal kecurigaan hipoglikemia karena lebih cepat dan mudah serta dapat diulang untuk melihat adanya perbaikan.

    4.      Demam
    Suhu tubuh pada pasien stroke fase akut akan naik pada kurang lebih 50% pasien. Sebagai penyebab utama peningkatan suhu tubuh pada pasien stroke pada fase akut adalah kejadian stroke itu sendiri, khususnya pada serangan stroke yang parah dan adanya infeksi sebelumnya
    atau setelah serangan stroke.
    Pada pasien stroke akut harus sering dilakukan pengukuran suhu tubuh, jika terjadi demam maka harus dicari secara teliti kemungkinan infeksi misalnya pneumonia, infeksi saluran kemih, plebitis, dan lain-lain.
    Jika suhu tubuh dengan segera meningkat lebih dari 37.5° C maka harus diberikan antipiretik (Adams Jr et al., 2003; Toni et al., 2004). Tindakan lain selain pemberian preparat antipiretik adalah kompres dingin yang juga dapat menurunkan suhu tubuh pada penderita.

    5.      Manajemen infeksi
    Infeksi yang paling sering dijumpai pada pasien setelah serangan stroke akut adalah pneumonia, dan sering bersamaan dengan disfagia. Infeksi saluran kemih juga sering didapatkan pada pasien stroke oleh karena imobilisasi dan menggunakan kateter. Dekubitus, sinusitis oleh karena pemakaian nasogastric tube, endokarditis, sepsis juga merupakan penyebab perburukan oleh karena infeksi. Pemeriksaan suhu tubuh, darah lengkap, C-reactive protein (CRP), dan pemeriksaan sedimentasi urin harus dilakukan pada pasien stroke yang didapatkan tanda
    dan gejala dini infeksi. Pemeriksaan tersebut harus segera dilaksanakan jika pasien stroke mengalami demam disertai dengan kondisi neurologis yang memburuk, sebagai penyebabnya.
    Pemilihan antibiotik yang akan diberikan harus mempertimbangkan apakah infeksinya tersebut sudah didapatkan di rumah atau di rumah sakit, juga pertimbangkan kemungkinan resistensi antibiotik, maupun efek samping antibiotik yang akan diberikan.
    6.       Manajemen peningkatan tekanan intrakranial
    Kebanyakan odem otak bersifat sitotoksik. Odem otak maligna mempunyai prognosis yang buruk, dan lebih dari setengahnya pasien akan meninggal, dan biasanya oleh karena herniasi. Faktor risiko odem otak maligna antara lain adalah usia muda, stroke dengan multiple, saat masuk kondisinya sudah jelek dengan parameter apapun, hipertensi maligna selama fase akut stroke, dan gambaran hipodensitas yang luas pada pemeriksaan CT Scan kepala.
    Gejala klinik terjadinya peningkatan tekanan intrakranial antara lain; nyeri kepala, sering menguap, penurunan kesadaran, munculnya tanda-tanda kortikospinal ipsilateral oleh karena kompresi pedunculus serebri (mesensefalik) atau dinamakan Kernohan’s notch, dan biasanya jika didapatkan adanya midriasis kontralateral maka merupakan indikasi adanya progresivitas efek massa yang membahayakan.
    Tindakan kraniektomi harus dilakukan selama periode hiperakut. Kerjasama yang baik antara dokter spesialis saraf konsultan serebrovaskuler, spesialis bedah saraf, neurointensivist, juga dengan pasien dan keluarganya akan sangat membantu dalam pengambilan keputusan secara tepat dan memuaskan. Kraniektomi dekompresi akan berhasil dengan baik jika pasien usianya kurang dari 50 tahun, penurunan kesadaran ringan sampai sedang, dan tidak ada midriasis pada waktu dilakukan tindakan.
    Pemberian diuresis osmotik dengan manitol akan efektif dengan dosis 25-50 gr yang diberikan secara intravena setiap 3-5 jam dan diturunkan secara tapering juga bisa diberikan furosemid 40 mg setiap hari hingga terjadi perbaikan klinis. Pemberian glukortikoid tidak direkomendasikan karena membahayakan. Disarankan untuk pemakaian intubasi trakhea dan ventilasi mekanik untuk mempertahankan tekanan parsial CO2 sekitar 30-35 mmHg, karena dapat menurunkan tekanan intracranial.

    Terapi Stroke Perdarahan
    Terapi umum
    Perawatan di ICU jika didapatkan volume hematoma lebih dari 30 cc, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus dan klinis cenderung memburuk,
    Tekanan darah diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau sebanyak 15-20% bila tekanan sistolik >180, diastolik >120, MAP >130, dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung maka tekanan darah segera diturunkan dengan labetolol intravena dengan dosis 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enelapril intravena 0,625-1.25 mg per 6 jam; Captopril 3 kali 6,25-25 mg peroral.
    Jika didapatkan tanda-tanda tekanan intra kranial meningkat, mka posisi kepala dinaikkan 30 derajat, dengan posisi kepala dan dada pada satu bidang, bisa dilakukan pemberian manitol (lihat stroke iskemik), dan hiperventilasi (PCO2 20-35 mmHg). Penatalaksanaan terapi secara umum sama dengan stroke iskemik, Jika didapatkan tukak lambung maka harus dilakukan dan dapat juga dicegah dengan pemberian antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor pompa proton,
     Terapi khusus
    Pemberian neuroprotektor dapat diberikan pada perdarahan intraserebral kacuali yang bersifat vasodilator. Tindakan bedah hanya dilakukan dengan
    mempertimbangkan usia dan letak perdarahan lesi yaitu pada pasien yang memburuk karena perdarahan serebelum dengan diameter lebih dari 3 cm3, hidrosefalus
    akut akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum, yaitu dilakukan pemasangan VP-shunting dan perdarahan lobar di atas 60 cc dengan tanda-tanda peninggian
    tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi.
    Pada perdarahan subarakhnoid dapat diberikan Kalsium antagonis (nimodipine) maupun tindakan bedah (aneurisma, AVM) dengan ligasi, embolisasi, ekstirpasi, gamma knife.

    Daftar Pustaka:
    1. Mardjono dan Sidharta. 2008. Neurologi Klinis Dasar. Cetakan ke-12. Jakarta: Dian Rakyat.
    2. Shidarta, Priguna. 2008. Neurologi Klinis dalam Praktik Umum. Cetakan ke-6. Jakarta: Dian Rakyat.
    3. Misbach et al (ed). Guidelines Stroke 2004. Jakarta: PERDOSSI. 2004.
    4. Ranakusuma T. Pedoman Penatalaksanaan Stroke bagi Dokter Umum dalam Updates in Neuroemergencies. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2002
    5. Ritarwan, kiking. 2003. Pengaruh suhu tubuh terhadap outcome penderita stroke yang dirawat di RSUP H. Adam malik. Medan: FKUSU digital library. http://library.usu.ac.id/download/fk/penysaraf-kiking.pdf
    6. Setyopranoto, Ismail. 2003. Pedoman Tatalaksana Stroke RSUP Dr. Sardjito. Ilmu Penyakit Saraf FK UGM / Unit Stroke RSUP Dr Sardjito. Yogyakarta.
    7. Lamsudin, Rusdi. Algoritma Stroke Gadjah Mada. enyakit Saraf FK UGM / Unit Stroke RSUP Dr Sardjito. Yogyakarta.